Sabtu, 22 September 2012

Twitter SEKILAS GAMBARAN TENTANG PERGURUAN PENCAK SILAT MERPATI PUTIH

Oleh: Purnomo Hadi (Mas Pung) (Guru Besar Betako Merpati Putih) Kita semua sebagai warga negara Indonesia berkewajiban melestarikan dan mengembangkan budaya asli peninggalan leluhur, terlebih jika budaya itu jelas-jelas dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perguruan pencak silat Merpati Putih misalnya, sebagai salah satu cabang ilmu 'kanuragan' yang berakar dari budaya sendiri, memiliki manfaat ganda; selain menggembleng keterampilan beladiri juga menumbuhkan kepercayaan diri melalui pembinaan mental atau kepribadian anggota. Persisnya ada empat aspek yang sangat diperhatikan untuk dikembangkan, yakni aspek seni, olahraga, beladiri, dan aspek mental spiritual. Perguruan betako Merpati Putih (MP) dihadirkan untuk siapa saja, namun latar belakang awal pendiriannya sangat terkait dengan keprihatinan dan kepedulian pada generasi muda. Saat berdirinya MP, tepatnya pada tahun 1963, kondisi generasi muda kurang-lebih hampir mirip dengan saat ini, yakni cenderung terkotak-kotak, sehingga tidak bisa secara simultan menanggapi perkembangan lingkungannya. Latar belakang inilah yang pertama-tama mendorong berdirinya MP, dengan harapan dalam kiprahnya dapat ikut menjawab tantangan yang ada, terutama di bidang kepemudaan. Adapun visi dan misi MP dirumuskan dalam "Tri-prasetya" yang meliputi tiga hal, yaitu taat dan percaya pada Tuhan Yang Mahaesa, mengabdi dan berbakti pada nusa-bangsa dan negara RI, dan setia dan taat pada perguruan. Jadi, MP sangat menekankan penumbuhkembangan aspek kepribadian, di samping mengingat sebagai manusia yang memiliki keyakinan juga mengutamakan soal agama. Visi-misi tersebut sampai sekarang masih relevan untuk diketengahkan, apalagi melihat kondisi kepemudaan belakangan ini. Para pemuda seolah terdampar tanpa perhatian; tidak ada satu pun lembaga yang menuntun agar mereka dapat menyalurkan aspirasi untuk kepentingan bangsa dan negara. Padahal kalau dikelola atau diarahkan dengan baik, mereka memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Lagipula, dari 230 juta lebih penduduk Indonesia, tak kurang dari 30 persennya terkategori berusia muda. Di antara mereka lebih banyak yang menganggur dibanding yang mempunyai status sosial dan pekerjaan yang jelas. Ini merupakan sumber kerawanan yang harus kita perhatikan secara sangat serius. Kalau tidak, potensi pemuda yang mestinya dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa, bisa saja justru menjadi sumber masalah. Asal-usul Cikal-bakal perguruan betako Merpati Putih bersumber dari penemuan Nyi Ageng Joyorogo, istri Raden Saleh Hadi Purnomo, yang dikembangkan sebagai suatu bentuk olah kanuragan di lingkungan kerajaan Mataram. Secara turun-temurun ilmu itu dipelihara dan dikembangkan sampai sekarang, dan menurut catatan silsilah, saya adalah keturunan yang ke-9. Karena ditemukan atau diciptakan oleh seorang perempuan, yang umumnya secara visual berbeda dengan kaum laki-laki, dengan naluri yang tinggi, maka dalam menciptakan teknik-teknik tata beladiri lebih diwarnai oleh gerakan-gerakan yang halus. Namun gerakan-gerakan yang halus ini tanpa mengurangi faktor kecepatan (speed factor), sehingga efeknya cukup besar. Sebagaimana kita ketahui, ilmu beladiri umumnya terlanjur diidentikkan dengan kaum laki-laki. Namun manakala diserap oleh perempuan, pada akhirnya terlahir teknik-teknik yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh naluri keperempuannya dengan ciri gerakan-gerakan yang halus. Dari sini lantas ada sebagian orang yang salah paham, mengira seolah MP lebih cocok untuk kaum perempuan. Padahal sebenarnya tidak demikian; MP cocok untuk siapa saja tanpa pandang umur dan jenis kelamin. Dari cikal-bakal ilmu kanuragan yang diciptakan oleh Nyi Ageng Joyorogo itu kemudian terpecah menjadi tiga cabang, yang masing-masing memiliki sifat berbeda-beda. Pertama, Gagak Handoko yang akhirnya menjadikan Merpati Putih lebih cenderung mengembangkan kewiraannya. Kedua, Gagak Samudro yang lebih cenderung pada ketabiban atau kesehatan/ pengobatan. Ketiga, Gagak Seto yang lebih berorientasi pada filosofi serta masalah-masalah etika, adat-sitiadat, dan hukum ketatanegaraan. Tiga cabang yang berasal dari satu sumber itu kalau disatukan justru berpotensi membias, di samping untuk mempelajarinya terlalu sulit. Sebaliknya kalau dipisah sendiri-sendiri akan bisa diserap dengan sempurna karena tidak terlalu banyak materi. Barangkali karena alasan inilah dulu saya dan adik saya oleh ayah kami diberikan perlakuan yang berbeda; saya digembleng dengan latihan-latihan fisik yang keras, sedangkan adik saya lebih banyak diajak berdialog untuk menanamkan berbagai pemahaman. Semula MP dikelola berdua dengan adik saya, yang telah meninggal pada tahun 2002. Padahal sebagaimana tersebut di atas, kami dibentuk dari dua sisi yang berbeda sehingga karakter kami pun berlainan, hingga ada yang mengibaratkan bagaikan api dan air. Sekarang yang tinggal hanya bara apinya saja, sedangkan airnya kurang, sehingga kalau tidak hati-hati dapat menimbulkan bahaya. Kepergian adik saya ke haribaan Tuhan Yang Mahakuasa juga dirasa menimbulkan keprihatinan, karena hal itu terjadi selagi visi-misi perguruan belum mampu sepenuhnya diwujudkan, bahkan sampai sekarang pun masih banyak kekurangan. Kami belum betul-betul berhasil mengantarkan semua anggota menuju suatu pribadi yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara, di samping pengabdian MP secara kelembagaan pun masih terbatas. Ini merupakan amanah yang harus saya perjuangkan terus-menerus. Sesuai asal-usulnya, pusat keilmuan MP ada di Yogyakarta, meskipun pusat organisasinya sekarang ada di Jakarta. Oleh karena itu, setiap acara kenaikan tingkat (pembajaan) yang dilakukan dengan upacara tradisi, selalu diadakan di Yogyakarta dan tidak boleh dipindah-pindah ke tempat lain. Hal ini, selain memiliki alasan historis juga mengingat ada faktor spiritual dan kejiwaan yang selalu harus ditekankan, dengan tema dan tata cara yang selalu sama dari waktu ke waktu. Rata-rata setiap tahun MP menerima anggota baru sekitar 500 orang, jadi jumlah total anggota sampai tahun 2004 (saat tulisan ini dbuat) hampir mencapai satu juta orang. Mereka tersebar di hampir seluruh pelosok tanah air, termasuk di 106 perguruan tinggi yang mengadakan kelompok-kelompok latihan MP. Lebih dari itu, meskipun dengan jumlah masih terbatas, anggota MP juga sudah tersebar di luar negeri, terutama di Rusia dan Amerika Serikat. Bahkan, kelompok latihan MP yang berada di negara bagian Utah, Amerika Serikat telah meraih juara umum dalam kejuaraan nasional di negara Paman Sam. Kenyataan ini merupakan bukti bahwa budaya kita diminati dan dihormati di luar negeri. Selain membanggakan, hal ini juga dapat menjadi ajang promosi untuk memperbaiki citra Indonesia di dunia internasional, sekaligus merupakan wahana yang sangat baik guna merekatkan hubungan antarbangsa. Hanya saja setelah mendunia, terdapat permasalahan sehubungan dengan salah satu isi triprasetya yang menyulitkan bagi mereka yang bukan warga negara Indonesia, yakni "mengabdi dan berbakti pada nusa-bangsa dan negara". Masalah ini kami bahas dalam simposium tahun 2004 untuk mencari jalan keluarnya agar anggota yang berada di luar negeri dapat terakomodasi dengan ketentuan tersendiri. Yang penting, dalam pengembangannya semua anggota tetap tahu sentralnya dan tetap menghormati asas kebersamaan yang kami canangkan. Tidak Instant Ada beberapa hal yang mungkin membuat MP sangat diminati hingga dapat menghimpun banyak anggota. Pertama, sikap kekeluargaan yang selalu dibina dan dijaga dalam perguruan, sehingga membuahkan rasa kebersamaan yang tinggi. Kedua, semua yang kami ajarkan tidak bersifat instant, melainkan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari secara berjenjang dengan metode-metode latihan yang terarah agar benar-benar dapat diserap oleh anggota hingga mereka mampu mempraktekkan setiap kemampuan yang diberikan. Ketiga, meskipun merupakan lembaga tradisi, organisasi MP dikelola secara modern dengan sistem manajemen yang jelas. Bahwasanya pengajaran dalam perguruan MP tidak bersifat instant dan bukan 'sim-salabim', kiranya perlu dijelaskan secara khusus, karena kadang ada sementara orang yang salah paham dan terlalu melebih-lebihkan. Saya misalnya, kadang ada yang menganggap sakti karena bisa berdiri beberapa detik di atas permukaan air pada saat upacara tradisi. Padahal sebenarnya, apa yang dapat saya lakukan itu merupakan hasil latihan keseimbangan dan memanfaatkan momentun, dan ini bisa dipelajari oleh siapa saja, terutama dengan latihan-latihan konsentrasi. Yang sebenarnya harus dipahami adalah, Tuhan telah menciptakan manusia dengan potensi yang sangat sempurna. Menurut penelitian, rata-rata potensi yang melekat dalam diri manusia hanya digunakan kurang dari 10 persen, atau persisnya kurang-lebih 8 persen. Masih sangat besar potensi yang dibiarkan tak termanfaatkan. Maka dari itu, adalah wajar jika dengan latihan-latihan tertentu orang lantas bisa meningkatkan aktualisasi potensi itu hingga kalau sudah di atas angka rata-rata maka lantas dapat melakukan hal-hal yang dianggap luar biasa. Buktinya, ada sejumlah anggota MP yang tunanetra; dengan latihan-latihan teratur dan intensif, mereka kemudian mampu mengendarai sepeda motor tanpa menabrak-nabrak (Kalau didaftar ke Guiness Book of Record mungkin langsung masuk!). Mereka dapat memperoleh keterampilan yang menakjubkan itu karena tekun mengikuti pengajaran yang kami berikan, bukan karena sakti. Hanya saja, memang, soal sakti atau tidak, tergantung kita mendefinisikan kesaktian itu sebagai apa; yang penting pelatihan dan hasil yang diperoleh itu bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Mengenai seberapa besar kemampuan yang dapat diraih manakala bergabung dalam MP, lebih ditentukan oleh niat, tekad, dan semangat masing-masing anggota. Bagi yang sekedar anut-grubyuk (ikut-ikutan), atau hanya ingin tambah pergaulan, tentu yang didapat hanya standar saja. Sebaliknya bagi yang lebih bersungguh-sungguh dan tekun, hampir dapat dipastikan akan memperoleh kelebihan-kelebihan sesuai yang diharapkan. Jadi, sekali lagi, semua dapat dipelajari, bahkan jika terpaksa bisa juga belajar melalui buku. Hanya saja kebanyakan memang gagal karena melatih diri sendiri memang lebih sulit. Ini sejalan dengan fakta umumnya orang yang biasanya berhasil memimpin orang banyak tapi gagal memimpin diri sendiri. Oleh karena itu, tetap saja, jalan terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan bergabung sebagai anggota. Untuk menjadi anggota MP, syaratnya sangat mudah; yang penting punya niat, mau latihan, dan mengikuti tata tertib dan aturan yang telah ditentukan. Dalam perguruan MP tidak ada semangat komersil; kalaupun dipungut iuran bulanan, jumlahnya relatif sangat kecil, dan lebih ditujukan untuk menumbuhkan rasa memiliki. Iuran yang terkumpul itu lebih banyak digunakan untuk penyelenggaraan berbagai acara seperti kejuaraan nasional, musyawarah nasional, simposium, dan lain-lain. Itu pun belum tentu memadai; namun untungnya di antara anggota yang ekonominya mapan biasanya terketok hatinya untuk menyumbang tiap kali ada event tertentu yang akan diselenggarakan. Adapun penjenjangan dalam MP ditentukan dalam 12 tingkat. Untuk tingkat awal yang kita sebut kandidat, yakni tingkat 1 sampai dengan 4, ditempuh selama enam bulan. Sedangkan untuk tingkat 5, 6, 7, dan 8, masing-masing dijalani selama satu tahun. Selebihnya, dari tingkat 9 sampai dengan 12 lama pelatihannya tergantung masing-masing anggota sendiri dalam mengolah atau menggembleng dirinya. Pengobatan Meskipun dari awalnya perguruan pencak silat MP lebih mengedepankan keperwiraan, namun tidak menutup kemungkinan tumbuhnya teknik-teknik pengobatan untuk menolong sesama. Paling tidak, bagi yang terlanjur menderita kecacatan dapat terbantu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Seperti disinggung di atas, MP telah terbukti dapat membantu penderita tunanetra hingga mampu mengendarai sepeda motor. Latar-belakang sampai kami dapat mengembangkan metode bantuan itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam berbeladiri kita dituntut memiliki kelebihan penginderaan, terlebih mengingat bahaya serangan tidak selalu terjadi dalam suasana terang. Tidak jarang bahaya datang dalam situasi yang paling rawan dan sangat sulit, kadang terjadi penghadangan dalam gelap. Oleh karena itu, kita harus bisa 'membaca' arah serangan lawan, dengan senjata apa, dan bagaimana harus menghindar. Dari pelatihan-pelatihan yang selama ini dilakukan, ternyata akurasi penginderaan itu sangat tinggi. Dari situ timbul pemikiran bahwa kalau ditransfer kepada orang yang sangat memerlukan seperti tunanetra, pasti akan lebih bermanfaat lagi. Maka mulai tahun 1987 hal ini mulai dikembangkan dengan memberikan pelatihan pada beberapa tunanetra, dengan harapan mereka dapat lebih meningkatkan mobilitasnya, dan ternyata berhasil; ada beberapa anggota yang telah menjadi tunanetra sejak lahir ternyata kemudian sanggup mengendarai sepeda motor dengan baik, tanpa menabrak-nabrak. Ini bukan karena mereka menjadi dapat melihat, melainkan karena intuisinya menjadi sangat peka hingga mampu membedakan arah, merasakan adanya lubang, gundukan aspal, dan sebagainya. Latihan-latihan yang diajarkan di MP juga memungkinkan untuk membantu penderita glukoma (penyakit mata yang dapat mengakibatkan kebutaan total). Dalam hal ini ada satu kasus yang dapat dijadikan contoh; seorang presiden direktur sebuah perusahaan besar yang waktu itu berumur 75 tahun, kira-kira beberapa tahun yang lalu mengunjungi saya. Beliau menderita glukoma dan dapat dikatakan sudah tidak dapat melihat, meskipun salah satu matanya sudah dioperasi. Setelah diberikan latihan-latihan secara kontinyu dan periodik, seminggu dua kali di pagi hari selama dua jam, ternyata perkembangannya membaik. Presiden direktur itu perlahan-lahan mulai dapat melihat samar-samar, justru pada bagian mata yang belum dioperasi. Kemudian, setelah melanjutkan latihan beberapa minggu bahkan ternyata dapat melihat pada jarak 15 meter, termasuk membedakan warna, meskipun belum betul-betul sempurna. Sampai tulisan ini dibuat beliau masih terus menjalani latihan. Perguruan MP juga telah mengembangkan program lepas kacamata. Dalam hal ini pun sudah ada contoh kasus yang dapat saya tuturkan; beberapa orang berkacamata telah dapat menahan laju minus atau plus-nya, bahkan bisa juga dikurangi hingga dapat dinormalkan. Hanya saja kami belum berani mengkalim telah bisa melakukannya secara sempurna. Diperlukan penelitian lebih dulu untuk mencapai kesempurnaan itu; misalnya kalau di antara 10 orang yang kita latih dapat disembuhkan 7 atau 8 orang, barangkali barulah kami dapat mengklaim. Karena itulah kami sangat mengharapkan kepedulian pihak terkait yang berkompeten agar berkenan meneliti secara ilmiah supaya kelak dapat diperbantukan untuk kepentingan kesehatan mata masyarakat. Lewat tulisan ini kami dengan ikhlas mempersilahkan pihak mana saja yang berminat menjalin kerjasama, karena pada hakekatnya setiap ilmu bagi kita wajib diamalkan, apalagi kalau memiliki manfaat ganda, dan inilah yang sesungguhnya dikehendaki alam. Kami tidak pernah ingin memonopoli ilmu hanya untuk kepentingan sendiri. Demikian pula, meskipun berawal dari coba-coba, dengan pola latihan pernapasan tertentu ternyata dapat mengatasi penyakit gula darah. Melalui latihan yang intensif, kadar gula darah dapat diturunkan sampai ke tahap normal. Padahal sekarang ini penyakit itu telah menjadi ancaman kematian nomor tiga sesudah penyakit kanker dan jantung. Kalau ini kita kemas dengan baik, lalu dimasyarakatkan, ada harapan besar perguruan MP dapat lebih berkiprah dalam membantu meningkatkan kesehatan masyarakat, terlebih bagi mereka yang tidak mampu berobat secara medis karena sangat mahalnya biaya pengobatan. Selain hal-hal tersebut, sebagai bagian dari perwujudan Triprasetya, yakni pengabdian pada nusa-bangsa dan negara, dalam kiprahnya MP telah dan selalu siap bermitra dengan pihak mana saja, misalnya dengan kepolisian, TNI, SAR, dan lain-lain. Sumbangsih yang diberikan MP dapat berupa keikutsertaan dalam membantu kasus kecelakaan, mencari orang hilang dalam pendakian, dan sebagainya, di samping dalam pelatihan. Dengan sekolah-sekolah pun kami telah menjalin kerjasama, meskipun masih terbatas, misalnya dengan menjadikan pelatihan MP sebagai kegiatan ekstra kurikuler, termasuk juga dalam kepramukaan. Namun sejauh ini belum bersifat simultan dikarenakan adanya beberapa faktor yang masih jadi kendala. Tapi saya yakin, suatu saat latihan MP di sekolah-sekolah akan menjadi tren. Ke depan, sebagai organisasi yang cukup besar, MP senantiasa akan mencoba menyempurnakan diri dan menyesuai-kan dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang. Minimal, setiap musyawarah nasional yang diadakan secara periodik kami selalu mengadakan evaluasi, termasuk pergantian pengurus, menuju kondisi perguruan yang lebih baik. Harapan saya, semua anggota atau anak didik MP akan menjadi teladan bagi komponen bangsa yang lain, terutama dalam mengabdi pada tanah air Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai.*** sumber: http://www.pesonagetar.com/online/kategori/berita-208-sekilas-gambaran-tentang-perguruan-pencak-silat-merpati-putih.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar