Asal Usul
Cianjur
adalah sebuah kabupaten yang secara administratif termasuk dalam
wilayah Jawa Barat. Di sana, tepatnya di daerah Cikalong ada sebuah seni
bela diri yang disebut “Pencak Silat Cikalong”. Nama pencak silat itu
sangat erat kaitannya dengan salah seorang warganya yang bernama Raden
Jayaperbata yang kemudian dikenal sebagai Haji Ibrahim. Ia adalah orang
yang pertama kali memperkenalkan pencak silat itu. Oleh karena ia
berasal atau bertempat tinggal di Cikalong, maka pencak silat yang
diciptakannya dinamai “Pencak Silat Cikalong”.
Konon,
ketika itu (dimasanya) pencak silat merupakan salah satu permainan
tradisional yang sangat disukai oleh para pembesar Cianjur. Bahkan,
merupakan kewajiban bagi mereka untuk mempelajarinya, termasuk Raden
Haji Ibrahim. Ketika itu yang banyak dipelajari adalah pencak silat
aliran Cimande karena Abah Kahir (guru pencak silat Cimande) dapat
mengalahkan jagoan dari Macao pada masa Dalem Noh. Raden Haji Ibrahim
sendiri adalah sosok orang yang tidak puas dengan apa yang dimiliki.
Meskipun sudah mempelajari silat Cimande, ia selalu ingin menambah
pengetahuan silatnya. Konon, ia sudah pernah belajar di 17 perguruan
silat. Namun demikian, belum puas juga hingga suatu saat ia pergi ke
Betawi (Jakarta) dan berguru silat di sana. Di Betawi, ia tidak hanya
belajar pada seorang guru tetapi ada tiga orang, yaitu: Bang Mahkrup,
Bang Kari, dan Bang Madi. Hal itu membuat ilmu silatnya semakin tinggi.
Bahkan, dapat dikatakan sempurna. Namun demikian, ada satu hal yang
selalu mengganggu pikirannya, yaitu dari berbagai ilmu silat yang
dipelajarinya semuanya bersifat menyerang dan membunuh lawan. Dan, ini
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan. Apalagi, mengingat kedudukannya
sebagai ulama. Untuk itu, dengan bekal ilmu silat yang dikuasainya, ia
mencoba merekayasa untuk menciptakan pencak silat yang sifatnya untuk
bela diri dan silaturahmi. Hasilnya adalah pencak silat sebagaimana yang
telah disebutkan di atas, yaitu pencak silat Cikalong.
Jurus-jurus Pencak Silat Cikalong
Untuk
dapat melakukannya jurus-jurus silat Cikalong dengan baik, maka ada
tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) posisi, waktu, alat,
jangkauan, gerakan, dan sasaran harus benar dan tepat; (2) berusaha
untuk dekat dengan lawan; dan (3) gerakan untuk menghindar. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini adalah keterangan dari ketiga hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, posisi, waktu, alat, jangkauan, gerakan, dan
sasaran harus benar dan tepat. Sebab, jika tidak benar dan tepat
hasilnya tidak maksimal (tidak seperti yang diinginkan). Kedua, dasar
pencak silat Cikalong adalah permainan rasa dengan memanfaatkan atau
menyalurkan tenaga lawan. Untuk dapat melaksanakannya dengan baik, maka
pesilat Cikalong harus berusaha sedekat mungkin (menempel) pada lawan.
Oleh karena sifatnya yang demikian, maka dalam pencak silat Cikalong
dikenal beberapa istilah, seperti: ameng tampelan, tatapelan atau
usik-usikan. Jenis tenaga rasa banyak macamnya bergantung pada daya dan
kegunaan. Jadi, bisa dari pangkal lengan, telapak kaki, jari-jari, dan
anggota tubuh lainnya. Pemukulan misalnya, dalam seni beladiri
tradisional lainnya (selain silat Cikalong) biasanya tenaga telah diisi
pada awal pemukulan, sehingga jika luput (tidak mengenai sasaran) si
pemukul akan terbawa oleh tenaganya sendiri. Akan tetapi, dalam silat
Cikalong tenaga tidak dimulai pada awal pemukulan, melainkan pada saat
mengenai sasaran. Jika pukulan tertahan oleh lawan, maka tenaga
secepatnya ditarik kembali dan dikosongkan (seperti semula). Ketiga,
setiap tekanan yang terasa oleh pesilat Cikalong harus secapatnya
dinetralisir (biasanya secara reflek karena sudah menguasai rasa).
Sebagai catatan, dalam pencak silat Cikalong tidak ada ibing penca
(permainan silat yang hanya berupa pengantar). Akan tetapi, langsung
berisi karena sifat pencak silat ini ringkas dan gesit. Oleh karena itu,
tidak selaras dengan gendang pencak. Jadi, jika para pesilat mesti
melakukan ibing, maka ibing yang dilakukan adalah ngibing pencak
Cimande. Sehubungan dengan itu, Tim Seksi Kebudayaan, Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur
(2002) mengatakan bahwa ibing Cikalong yang ada sekarang ini sebenarnya
hanya bukan bagian dari pencak silat Cikalong yang asli. Dan, kondisi
inilah yang sering menimbulkan kesalah-pahaman.
Fungsi dan Nilai Budaya
Fungsi
pencak silat yang disebut sebagai Cikalong ini adalah sebagai seni bela
diri dan sekaligus kesehatan. Sedangkan, nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya antara lain adalah: kesabaran, kecermatan dan ketangkasan.
Nilai kesabaran tercermin dari penguasaan rasa yang tentunya tidak
datang dengan sendirinya, tetapi harus dipelajari segara gigih dan penuh
dengan kesabaran. Nilai kecermatan dan ketangkasan tercermin ketika
harus melakukan gerakan-gerakan yang benar dan tepat.
Kondisi Dewasa Ini
Di
masa lalu pencak Cikalong banyak penggemarnya, terutama di kalangan
anak-anak muda. Namun, dewasa ini ada kecenderungan mulai ditinggalkan.
Hal itu tercermin dari jarang tampilnya di berbagai kegiatan, baik dalam
rangka perhelatan perorangan, masyarakat maupun dalam rangka
memperingati hari-hari besar nasional (17 Agustusan). Salah satu faktor
penyebabnya adalah enggannya generasi muda untuk mempejarinya, sementara
para pesilatnya, khususnya guru-gurunya, semakin uzur. Malahan,
beberapa diantara telah meninggal dunia. Umumnya generasi muda lebih
menyukai permainan dan atau kesenian lain yang lebih mudah dipelajari.
(gufron)
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar