Minggu, 30 September 2012

tatacara dan peraturan pertandingan/sabung pencak silat indonesia{IPSI} PERATURAN IPSI




PERATURAN PERTANDINGAN
IPSI

Penggolongan Pertandingan dan Ketentuan Tentang Umur serta Berat Badan
Penggolongan pertandingan Pencak Silat menururt umur dan jantina untuk semua katagori terdiri atas :
1.1. Pertandingan Golongan REMAJA untuk Putra dan Putri, berumur diatas 14 tahun s/d 17 tahun.
1.2. Pertandingan Golongan DEWASA untuk Putra dan Putri, berumur diatas 17 tahun s/d 35 tahun.
Kebenaran tentang umur Pesilat yang mengikuti pertandingan dibuktikan dengan Akte Kelahiran / Ijazah / Paspor.
3. Umur Pesilat harus sesuai dengan penggolongan umur peserta ( Dewasa atau Remaja ) dengan berpedoman kepada umur yang bersangkutan pada waktu tanggal / hari pertama pertandingan dimulai, artinya :
Pesilat pada tanggal / hari pertama pertandingan dilaksanakan berumur tepat pada batas
ketentuan umur minimal atau maksimal dari golongan yang diikuti, umur yang menyalahi
ketentuan mengakibatkan Pesilat dikenakan diskualifikasi dari pertandingan.
4. Pembagian kelas menurut berat badan hanya berlaku untuk katagori TANDING yang dilakukan dengan penimbangan berat badan.
4.1. Penimbangan pertama :
4.1.1. Penimbangan pertama dilakukan sekurang-kurangnya 6 ( enam ) jam sebelum dimulainya pertandingan pertama dalam satu kejuaraan.
4.1.2. Pada waktu penimbangan, Pesilat hanya mengenakan pakaian Pencak Silat yang kering tanpa sabuk, perlindungan kemaluan dan pelindung sendi.
4.1.3. Pada dasarnya penimbangan pertama dilaksanakan untuk menentukan kelas, dan oleh karenanya tidak ada diskualifikasi pada waktu penimbangan pertama.
4.1.4. Bila berat badan Pesilat melebihi atau kurang dari ketentuan berat kelas yang diikutinya, Pesilat yang bersangkutan diberi waktu 1 ( satu ) jam untuk menyesuaikan berat badannya.
4.1.5. Pesilat yang karena alasan yang sah tidak dapat mengikuti penimbangan pertama, tetapi telah memenuhi persyaratan pendaftaran, dapat diikutkan dalam undian dan masuk dalam jadual pertandingan, serta dapat mengikuti pertandingan bila memenuhi ketentuan dalam penimbangan ulang.
4.2. Penimbangan ulang
4.2.1. Penimbangan ulang dilakukan 15 ( lima belas ) menit sebelum Pesilat yang bersangkutan mengikuti pertandingan sesuai dengan jadual yang ditentukan.
4.2.2. Untuk timbang ulang, Pesilat putra / putri harus berpakaian Pencak Silat yang kering tanpa sabuk, pelindung kemaluan dan pelindung sendi untuk semua kelas.
4.2.3. Pesilat yang tidak dapat memenuhi ketentuan berat badan dalam penimbangan ulang menurut kelas yang diikutinya, dikenakan sanksi diskualifikasi.
4.2.4. Penimbangan harus disaksikan oleh petugas penimbangan dan anggota Wast Juri yang ditugaskan untuk itu, serta oleh kedua official tim.
4.2.5. Petugas penimbangan atau Wasit juri yang ditugaskan serta kedua official tim harus menandatangani formulir berat badan penimbangan ulang yang disediakan oleh Panitia Pelaksana.


Katagori dan Kelas Pertandingan Remaja
Katagori dan kelas pertandingan untuk Remaja :
1. TANDING terdiri atas :
Tanding Putra / Putri
1.1. Kelas A 39 Kg s/d 42 Kg
1.2. Kelas B Diatas 42 Kg s/d 45 Kg
1.3. Kelas C Diatas 45 Kg s/d 48 Kg
1.4. Kelas D Diatas 48 Kg s/d 51 Kg
1.5. Kelas E Diatas 51 Kg s/d 54 Kg
1.6. Kelas F Diatas 54 Kg s/d 57 Kg
1.7. Kelas G Diatas 57 Kg s/d 60 Kg
1.8. Kelas H Diatas 60 Kg s/d 63 Kg
1.9. Kelas I Diatas 63 Kg s/d 66 Kg
Demikian seterusnya dengan selisih 3 ( tiga ) Kg sebanyak-banyaknya 12 kelas untuk PUTRA dan 8 kelas untuk PUTRI.


Katagori dan Kelas Pertandingan Dewasa
Katagori dan kelas pertandingan untuk Dewasa :
1. TANDING terdiri atas :

1.1. Tanding Putra
1.1.1. Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg
1.1.2. Kelas B Diatas 50 Kg s/d 55 Kg
1.1.3. Kelas C Diatas 55 Kg s/d 60 Kg
1.1.4. Kelas D Diatas 60 Kg s/d 65 Kg
1.1.5. Kelas E Diatas 65 Kg s/d 70 Kg
1.1.6. Kelas F Diatas 70 Kg s/d 75 Kg
1.1.7. Kelas G Diatas 75 Kg s/d 80 Kg
1.1.8. Kelas H Diatas 80 Kg s/d 85 Kg
1.1.9. Kelas I Diatas 85 Kg s/d 90 Kg
1.1.10. Kelas J Diatas 90 Kg s/d 95 Kg
1.1.11. Kelas Bebas Diatas 95 Kg s/d 110 Kg
( Khusus untuk pertandingan “ Single Event “ )
1.2. Tanding Putri
1.2.1. Kelas A 45 Kg s/d 50 Kg
1.2.2. Kelas B Diatas 50 Kg s/d 55 Kg
1.2.3. Kelas C Diatas 55 Kg s/d 60 Kg
1.2.4. Kelas D Diatas 60 Kg s/d 65 Kg
1.2.5. Kelas E Diatas 65 Kg s/d 70 Kg
1.2.6. Kelas F Diatas 70 Kg s/d 75 Kg
1.2.7. Kelas Bebas Diatas 95 Kg s/d 110 Kg
( Khusus untuk pertandingan “ Single Event “ )

Perlengkapan Gelanggang dan Pertandingan

1. Gelanggang
Gelanggang dapat di lantai dan dilapisi matras dengan tebal maksimal 5 ( lima ) cm, permukaan rata dan tidak memantul, bolehditutup dengan alas yang tidak licin, berukuran 10 m x 10 m dengan warna dasar hijau terang dan garis berwarna putih sesuai dengan keperluannya, disediakan oleh Komiti Pelaksana dengan penjelasan sebagai berikut :
1.1. Untuk Katagori TANDING mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1.1.1. Gelanggang pertandingan terdiri dari :
Bidang gelanggang berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m. Bidang tanding berbentuk lingkaran dalam bidang gelanggang dengan garis tengah 8 m.
1.1.2. Batas gelanggang dan bidang tanding dibuat dengan garis berwarna putih selebar + 5 cm kearah luar.
1.1.3. Pada tengah-tengah bidang tanding dibuat lingkaran dengan garis tengah 3 m, lebar garis 5 cm berwarna putih sebagai batas pemisah sesaat akan dimulai pertandingan.
1.1.4. Sudut Pesilat adalah ruang pada sudut bujur sangkar gelanggang yang berhadapan yang dibatasi oleh bidang tanding terdiri atas :
a. Sudut berwarna biru yang berada disebelah ujung kanan meja Ketua Pertandingan.
b. Sudut berwarna merah yang berada diarah diagonal sudut biru.
c. Sudut berwarna putih yaitu kedua sudut lainnya sebagai sudut netral.
1.2. Untuk Katagori TUNGGAL, GANDA dan REGU mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Gelanggang penampilan untuk ketiga katagori tersebut adalah bidang gelanggang berukuran 10 m x 10 m.

2. Perlengkapan Gelanggang
Perlengkapan gelanggang yang wajib disediakan oleh Komiti Pelaksana terdiri dari :
2.1. Meja dan kursi pertandingan.
2.2. Meja dan kursi Wasit Juri.
2.3. Formulir pertandingan dan alat tulis menulis.
2.4. Jam pertandingan, gong ( alat lainnya yang sejenis ) dan bel.
2.5. Lampu babak atau alat lainnya untuk menentukan babak.
2.6. Lampu isyarat berwarna merah, biru dan kuning untuk memberikan isyarat yang diperlukan sesuai dengan proses pertandingan yang berlangsung.
2.7. Bendera kecil warna merah dan biru, bertangkai, masing-masing dengan ukuran 30 cm x 30 cm untuk Juri Tanding dan bendera dengan ukuran yang sama warna kuning untuk Pengamat Waktu.
2.8. Papan informasi catatan waktu peragaan Pesilat Katagori Tunggal, Ganda dan regu.
2.9. Tempat Senjata.
2.10. Papan Nilai.
2.11. Timbangan, alat timbang pada saat timbang awal harus sama dengan alat timbang pada saat timbang ulang. Alat timbang yang dipergunakan adalah alat timbang yang sudah ditera dan dinyatakan sah oleh Delegasi Teknik.
2.12. Perlengkapan pengeras suara ( Sound System ).
2.13. Ember / baldi dengan gelas plastik, kain pel dan kesat / keset kaki.
2.14.Alat perekam suara / gambar, operator dan perlengkapannya ( alat ini tidak merupakan alat bukti yang sah dalam menentukan kemenangan ).
2.15. Papan nama : Ketua Pertandingan, Dewan Wasit Juri, Sekretaris Pertandingan, Pengamat Waktu, Dokter Pertandingan, Juri sesuai dengan urutannya ( I s/d V ). Bila diperlukan istilah tersebut dapat diterjemahkan kedalam bahasa lain yang dituliskan di bagian bawah.
2.16. Perlengkapan lain yang diperlukan ( antara lain Wire less )


KETENTUAN PERTANDINGAN

Katagori Tanding
1. Perlengkapan Bertanding
1.1. Pakaian
Pesilat petanding memakai pakaian Pencak silat model standart warna hitam sabuk putih. Pada waktu bertanding sabuk putih dilepaskan. Badge badan induk organisasi ( IPSI ) didada sebelah kiri nama negara ( daerah ) dibagian punggung. Disediakan oleh Pesilat. Tidak mengenakan / memakai assesoris apapun selain pakaian Pencak Silat.
1.2. Pelindung badan dengan ketentuan sebagai berikut :
1.2.1. Kualitas standart PERSILAT.
1.2.2. Warna hitam.
1.2.3. Ukuran 4 ( empat ) macam : Ekstra besar, besar, sedang dan kecil.
1.2.4. Sabuk / bengkung merah dan biru untuk Pesilat sebagai tanda pengenal sudut.
1.2.5. Satu gelanggang memerlukan setidaknya 5 ( lima ) buah pelindung dari setiap ukuran.
1.2.6. Disediakan oleh komiti Pelaksana.
1.3. Pesilat Putra menggunakan pelindung kemaluan dari bahan plastik, sedangkan Pesilat Putri memakai pembalut yang disediakan oleh masing-masing kontingen.
1.4. Pelindung sendi satu lapis ukuran tipis tanpa ada bagian yang tebal bertujuan untuk melindungi cidera sesuai dengan fungsinya ( lutut, pergelangan tangan / kaki, Siku ) kecuali atas arahan dokter. Disediakan oleh Pesilat.
2. Tahapan pertandingan
Pertandingan menggunakan tahapan pertandingan mulai dari babak penyisihan, seperempat final, semi final dan final tergantung pada jumlah peserta pertandingan, berlaku untuk semua kelas.
3. Babak Pertandingan dan waktu
3.1. Pertandingan dilangsungkan dalam 3 ( tiga ) babak.
3.2. Tiap babak terdiri atas 2 ( dua ) menit bersih.
3.3. Diantara babak diberikan waktu istirahat 1 ( satu ) menit.
3.4. Waktu ketika Wasit menghentikan pertandingan tidak termasuk waktu bertanding.
3.5. Penghitungan terhadap Pesilat yang jatuh karena serangan yang sah, tidak termasuk waktu bertanding.
4. Pendamping Pesilat
4.1. Setiap kontingen Pencak Silat harus didampingi oleh Pelatih / Pendamping Pesilat yang memahami dengan baik seluruh ketentuan dan Peraturan Pertandingan Pencak Silat. Salah satu Pelatih / Pendamping Pesilat harus mempunyai sertifikat Pelatih Pencak Silat sekurang-kurangnya sesuai dengan tingkatan / jenjang kejuaraan ( Cabang / Daerah / Nasional ), kecuali ditentukan lain oleh PB. IPSI.
4.2. Pakaian Pendamping Pesilat adalah pakaian Pencak Silat model standart warna hitam dan mengenakan sabuk / bengkung warna merah lebar 10 cm dengan badge badan induk organisasi nasional ( IPSI ) di dada sebelah kiri dan nama daerah / Negara di bagian punggung.
4.3. Dalam pelaksanaan suatu pertandingan, setiap Pesilat khusus untuk Katagori Tanding, didampingi oleh Pendamping Pesilat sebanyak-banyaknya 2 ( dua ) orang.
4.4. Pendamping Pesilat bertugas memberikan nasehat serta membantu keperluan Pesilat pada saat sebelum bertanding dan dalam waktu istirahat diantara babak.
4.5. Pendamping Pesilat tidak diperkenankan :
4.5.1. Memberikan isyarat / aba-aba dengan suara kepada Pesilatnya yang sedang bertanding di gelanggang.
4.5.2. Duduk / berdiri dengan sikap yang tidak sopan.
4.5.3. Melakukan tindakan atau gerakan yang berlebihan dalam mengembalikan kesegaran Pesilat pada waktu istirahat.
4.5.4. Membawa minuman yang mengandung alkohol atau yang dapat merangsang Pesilat.
4.5.5. Mengenakan assesoris apapun selain pakaian Pencak Silat, Assesoris yang tidak boleh dipergunakan tersebut antara lain : topi cap, rompi, jaket, tas pinggang, sepatu, sandal dan lainnya.
4.5.6. Memasuki gelanggang kecuali atas permintaan Wasit.
4.5.7. Mengambil foto / vidio jalannya pertandingan pesilat yang didampinginya.
4.6. Hanya seorang Pendamping Pesilat yang boleh memasuki gelanggang ( sudut Pesilat ) pada saat tidak aktif bertanding.
4.7. Salah seorang Pendamping Pesilat haruslah sejantina dengan Pesilat yang bertanding.

5. Tata Cara Pertandingan
5.1. Persiapan dimulainya pertandingan diawali dengan masuknya Wasit dan Juri ke gelanggang dari sebelah kanan Ketua Pertandingan. Sebelum memasuki gelanggang Wasit Juri memberi hormat dan melapor kepada Ketua Pertandingan tentang kesiapannya untuk melaksanakan tugas.
5.2. Setiap Pesilat yang akan bertanding setelah mendapat isyarat dari Wasit, memasuki gelanggang dari sudut masing-masing, kemudian memberi hormat kepada Wasit dan Ketua Pertandingan. Selanjutnya kedua Pesilat kembali mengambil tempat di sudut yang telah ditentukan.
5.3. Seterusnya kedua Pesilat berjabat tangan dan siap untuk memulai pertandingan.
5.4. Setelah Wasit memeriksa kesiapan semua petugas dengan isyarat tangan, Wasit memberi aba-aba kepada kedua Pesilat untuk memulai pertandingan.
5.5. Pada waktu istirahat antara babak, Pesilat harus kembali ke sudut masing-masing. Pendamping pesilat melaksanakan fungsinya sesuai ketentuan pasal 5 ayat 4.
5.6. Selain Wasit dan kedua Pesilat, tidak seorangpun berada dalam gelanggang kecuali atas permintaan Wasit.
5.7. Setelah babak akhir selesai, kedua Pesilat kembali ke sudut masing-masing untuk menunggu keputusan pemenang. Wasit memanggil kedua Pesilat pada saat keputusan pemenang akan diumumkan dan pemenang diangkat tangannya oleh Wasit, dilanjutkan dengan memberi hormat kepada Ketua Pertandingan.
5.8. Selesai memberi hormat, kedua Pesilat berjabat tangan dan meninggalkan gelanggang diikuti oleh Wasit dan para Juri yang memberi hormat dan melaporkan berakhirnya pelaksanaan tugas kepada Ketua Pertandingan. Wasit dan Juri setelah melaporkan meninggalkan gelanggang dari sebelah kiri meja Ketua Pertandingan.

6. Ketentuan Bertanding
6.1. Aturan bertanding
6.1.1. Pesilat saling berhadapan dengan menggunakan unsur pembelaan dan serangan Pencak Silat yaitu menangkis / mengelak, mengenakan sasaran dan menjatuhkan lawan, menerapkan kaidah-kaidah Pencak Silat serta mematuhi larangan-larangan yang ditentukan. Yang dimaksud dengan kaidah adalah bahwa dalam mencapai prestasi teknik, seorang Pesilat harus mengembangkan pola bertanding yang dimulai dari sikap pasang, langkah serta mengukur jarak terhadap lawan dan koordinasi dalam melakukan serangan / pembelaan serta kembali ke sikap pasang.
6.1.2. Serangan dan pembelaan yang dilakukan harus berpola dari sikap awal / pasang atau pola langkah, serta adanya koordinasi dalam melakukan serangan dan pembelaan. Setelah melakukan serangan / pembelaan harus kembali pada sikap awal pasang dengan tetap menggunakan pola langkah. Wasit akan memberikan abaaba “ LANGKAH “ jika seorang Pesilat tidak menggunakan Teknik Pencak Silat yang semestinya.
6.1.3. Serangan beruntun harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak banyaknya 4 ( empat ) jenis serangan. Pesilat yang melakukan rangakaian serang bela lebih dari 4 jenis akan diberhentikan oleh Wasit. Serangan sejenis dengan menggunakan tangan yang dilakukan secara beruntun dinilai satu serangan.
6.1.4. Serangan yang dinilai adalah serangan yang mengenai sasaran yang sah dan bernilai dengan menggunakan sikap awal / pasang atau pola langkah, tidak terhalang, mantap, bertenaga dan tersusun dalam koordinasi teknik serangan yang baik.
6.2. Aba - aba pertandingan
6.2.1. Aba-aba “ BERSEDIA “ digunakan dalam persiapan sebagai peringatan bagi Pesilat dan seluruh Aparat Pertandingan bahwa pertandingan akan segera dimulai.
6.2.2. Aba-aba “ DIMULAI “ digunakan tiap pertandingan dimulai dan akan dilanjutkan, bisa pula dengan isyarat.
6.2.3. Aba-aba “ BERHENTI “ digunakan untuk menghentikan pertandingan.
6.2.4. Aba-aba “ PASANG “ dan “ SILAT “ digunakan untuk pembinaan.
6.2.5. Pada awal dan akhir pertandingan setiap babak ditandai dengan pemukulan gong.
6.3. Sasaran : Yang dapat dijadikan sasaran sah dan bernilai adalah “ Togok “ yaitu bagian tubuh kecuali leher keatas dan dari pusat kemaluan :
6.3.1. Dada
6.3.2. Perut ( pusat keatas )
6.3.3. Rusuk kiri dan kanan
6.3.4. Punggung atau belakang badan
6.4. Larangan : Larangan yang dinyatakan sebagai pelanggaran :
6.4.1. Pelanggaran ringan
a. Tidak menggunakan pola langkah.
b. Keluar dari gelanggang secara berturut-turut. Yang dimaksud dengan berturut-turut adalah lebih dari 2 ( dua ) kali dalam 1 ( satu ) babak.
c. Merangkul lawan dalam proses pembelaan.
d. Menghubungi orang luar dengan sikap / isyarat dan perkataan.
e. Kedua pesilat pasif atau bila salah satu Pesilat selalu pasif sewaktu diserang lawannya.
f. Bersuara dengan teriakan ( berteriak ) / suara mulut / vokal selama bertanding. Sebelumnya akan didahului dengan pembinaan sebanyak 2 ( dua ) kali dalam setiap babak. g. Lintas serangan yang salah yang tidak menyebabkan lawan cidera.
6.4.2. Pelanggaran berat
a. Tidak menggunakan kaidah yang sesuai dengan norma Pencak Silat.
b. Menyerang bagian badan yang tidak sah yaitu leher, kepala serta bawah pusat hingga kemaluan yang menyebabkan lawan cidera / jatuh.
c. Usaha mematahkan persendian secara langsung.
d. Sengaja melemparkan lawan keluar gelanggang.
e. Membenturkan / menghantukkan kepala dan menyerang dengan kepala.
f. Menyerang lawan sebelum aba-aba “ MULAI “ dan menyerang sesudah aba-aba “ BERHENTI “ dari Wasit, menyebabkan lawan cidera.
g. Menggumul, menggigit, mencakar, mencekeram dan menjambak ( menarik rambut ).
h. Menentang, menghina, mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, meludahi, mamancing-mancing dengan suara berlebihan terhadap lawan maupun terhadap Aparat Pertandingan ( Delegasi Teknik, Ketua Pertandingan, Dewan Wasit Juri dan Wasit Juri ).
i. Melakukan penyimpangan terhadap aturan bertanding setelah mendapat peringatan 1 karena pelanggaran hal tersebut.
6.5. Kesalahan teknik pembelaan :
6.5.1. Serangan yang sah dengan lintasan dan serangan yang benar, jika karena kesalahan teknik pembelaan lawannya yang salah ( elakan yang menuju pada lintasan serangan ), tidak dinyatakan sebagai pelanggaran.
6.5.2. Jika Pesilat yang kena serangan tersebut cidera ( luka ) dan tidak pingsan, maka Wasit segera memanggil dokter. Jika dokter memutuskan Pesilat tersebut tidak fit, maka ia dinyatakan kalah teknik.
6.5.3. Jika Pesilat yang kena serangan tersebut tidak dapat segera bangkit, Wasit langsung melakukan hitungan teknik. Bila sampai ke hitungan 10 tetap tidak dapat bangkit, maka ia dinyatakan kalah teknik.
6.6. Hukuman Tahapan dan bentuk hukuman :
6.6.1. Tegoran Diberikan apabila Pesilat melakukan pelanggaran ringan. Tegoran terdiri atas Tegoran I dan Tegoran II Tegoran berlaku hanya untuk 1 ( satu ) babak saja
6.6.2. Peringatan, berlaku untuk seluruh babak, terdiri atas :
a. Peringatan I
a.1. Pelanggaran berat.
a.2. Mendapat tegoran yang ketiga akibat pelanggaran ringan. Setelah peringatan I masih dapat diberikan tegoran terhadap pelanggaran ringan dalam babak yang sama.
b. Peringatan II
Diberikan bila Pesilat kembali mendapat hukuman peringatan setelah peringatan I. Setelah peringatan II masih dapat diberikan tegoran terhadap pelanggara \ringan dalam babak yang sama.
c. Peringatan III
Diberikan bila Pesilat kembali mendapat hukuman peringatan setelah peringatan II
d. Diskualifikasi : diberikan apabila Pesilat :
d.1. Setelah penimbangan 15 menit sebelum pertandingan, berat badannya tidak sesuai dengan kelas yang diikuti.
d.2. Melakukan pelanggaran berat dengan hukuman peringatan I dan lawan cidera tidak dapat melanjutkan pertandingan atas keputusan Dokter Pertandingan.
d.3. Melakukan pelanggaran dan mendapat hukuman dan lawan cidera tidak dapat melanjutkan pertandingan atas keputusan Dokter Pertandingan.
d.4. Melakukan pelanggaran berat yang didorong oleh unsur-unsur kesengajaan dan bertentangan dengan norma sportivitas.
d.5. Dinyatakan melakukan “ doping “ oleh Tim Medis.
6.7. Penilaian
6.7.1. Ketentuan nilai : Nilai prestasi teknik Nilai 1, serangan dengan tangan yang masuk pada sasaran, tanpa terhalang oleh tangkisan, hindaran atau elakan lawan. Nilai 1 + 1, tangkisan, hindaran atau elakan yang berhasil memunahkan serangan lawan, disusul langsung oleh serangan dengan tangan yang masuk pada sasaran. Nilai 2, serangan dengan kaki yang masuk pada sasaran, tanpa terhalang oleh tangkisan, hindaran atau elakan lawan. Nilai 1 + 2, tangkisan, hindaran atau elakan yang berhasil memunahkan serangan lawan, disusul langsung oleh serangan dengan kaki yang masuk pada sasaran. Nilai 3, teknik jatuhan yang berhasil menjatuhkan lawan Nilai 1 + 3, tangkisan, hindaran, elakan atau tangkapan yang berhasil memunahkan serangan lawan, disusul langsung oleh serangan dengan teknik jatuhan yang berhasil menjatuhkan lawan.
6.7.2. Syarat teknik nilai
a. Tangkisan yang dinilai adalah berhasilnya Pesilat menggagalkan serangan lawan dengan teknik pembelaan menahan atau mengalihkan arah serangan secara langsung / kontak, yang segera diikuti dengan serangan yang masuk pada sasaran.
b. Elakan yang dinilai adalaadap serangan, yang langsung disusul dengan serangan yang mengenakan sasaran, atau teknik jatuhan yang berhasil.
Catatan : Nilai 1 untuk tangkisan / elakan, sedangkan serangan masuk dinilai sesuai dengan serangannya, serangan tangan = nilai 1, serangan kaki = nilai 2, jatuhan = nilai 3.
c. Serangan dengan tangan yang dinilai adalah serangan yang masuk pada sasaran, menggunakan teknik serangan dengan tangan ( dalam bentuk apapun ). Bertenaga dan mantap tanpa terhalang oleh tangkisan / elakan dan dengan dukungan kuda-kuda, atau kaki tumpu yang baik, jarak jangkauan tepat dan lintasan serangan yang benar.
d. Serangan dengan kaki yang dinilai adalah serangan yang masuk pada sasaran, menggunakan teknik serangan dengan kaki ( dalam bentuk apapun ). Bertenaga dan mantap tidak disertai tangkapan / pegangan, tanpa terhalang oleh tangkisan / elakan dan dengan dukungan kuda-kuda, atau kaki tumpu yang baik, jarak jangkauan tepat dan lintasan serangan yang benar.
e. Teknik menjatuhkan yang dinilai adalah berhasilnya Pesilat menjatuhkan lawan sehingga bagian tubuh ( dari lutut keatas ) menyentuh matras dengan pedoman :
e.1. Teknik menjatuhkan dapat dilakukan dengan serangan langsung, sapuan, ungkitan, guntingan dan teknik menjatuhkan yang didahului oleh tangkapan atau bentuk serangan lainnya yang sah. Serangan yang berhasil mendapat nilai sesuai dengan ketentuan nilai untuk teknik serangan yang digunakan.
e.2. Menjatuhkan lawan menggunakan teknik jatuhan dengan cara tidak ikut terjatuh atau lebih menguasai lawan yang dijatuhkan.
e.3. Apabila teknik menjatuhkan itu disertai menangkap anggota tubuh lawan harus merupakan usaha pembelaan diri suatu serangan atau menggunakan serangan pendahuluan, tidak boleh disertai dengan serangan langsung, tetapi dapat dilakukan dengan mendorong atau menyapu. Proses tangkapan menjadi jatuhan diberikan waktu selama 5 ( lima ) detik. Jika selama itu tidak terjadi jatuhan, maka dihentikan oleh Wasit dan dinyatakan tidak ada jatuhan.
e.4. Teknik sapuan, ungkitan, kaitan dan guntingan tdak boleh didahului dengan memegang atau menggumul tubuh lawan, tetapi dapat dibantu dengan dorongan atau sentuhan. Sapuan dapat dilakukan dengan merebahkan diri. Lawan yang dapat mengelakkan diri dari serangan tersebut diberi kesempatan selama 3 ( tiga ) detik untuk melakukan 1 ( satu ) kali serangan balik pada sasaran yang sah. Teknik sapuan yang dilakukan lebih dari 2 ( dua ) kali pada masingmasing babak dengan tujuan mengulur-ulur waktu akan mendapat teguran dari Wasit.
e.5. Serangan bersamaan
Serangan bersamaan oleh kedua Pesilat ( apakah serangan itu sah atau tidak karena sifatnya kecelakaan ) dan salah satu atau keduanya jatuh, maka jatuhan akan disahkan dengan pedoman :
e.5.1. Jika salah satu tidak dapat bangkit akan diadakan hitungan mutlak.
e.5.2. Jika keduanya tidak segera bangkit, maka dilakukan hitungan mutlak untuk keduanya dan apabila hal ini terjadi pada awal babak I dan keduanya belum memperoleh nilai maka penentuan kemenangan ditentukan seperti Bab II pasal 6 ayat 7.4 a.5 dan pasal 6 ayat 7.4 a.6 ( Tidak perlu ditanding ulang ).
e.5.3. Jika keduanya dalam hitungan 10 ( sepuluh ) tidak dapat bangkit sedangkan Pesilat sudah memperoleh nilai, maka penentuan kemenangan dilakukan dengan menghitung nilai terbanyak.
e.6. Jatuh sendiri
Jika Pesilat terjatuh sendiri bukan karena serangan lawan, jika tidak dapat bangkit, diberi kesempatan dalam waktu 10 ( sepuluh ) hitungan / detik. Jika tidak dapat melakukan pertandingan dinyatakan kalah teknik.
e.7. Tangkapan
e.7.1. Tangkapan sebagai proses jatuhan dinyatakan gagal jika :
e.7.1.1. Lawan dapat melakukan serangan balik secara sah.
e.7.1.2. Lawan dapat memegang tangan atau bahu sehingga tidak terjadi proses jatuhan.
e.7.1.3. Proses jatuhan lebih dari 5 ( lima ) detik atau terjadi seret-menyeret atau gumul-menggumul.
e.7.1.4. Ikut terjatuh waktu melakukan teknik jatuhan.
e.7.2. Jika dalam proses tangkapan kaki Pesilat yang ditangkap melakukan pegangan pada bahu dan Pesilat yang menangkap dapat menjatuhkan lawannya dalam waktu 5 ( lima ) detik sebelum Wasit memberikan aba-aba “ BERHENTI “, jatuhan dinyatakan sah.
e.7.3. Jika rangkulan tersebut terlalu kuat sehingga menyentuh leher atau kepala atau menyebabkan keduanya jatuh, Pesilat yang merangkul diberikan teguran.
e.8. Jatuhan diluar medan laga
e.8.1. Teknik jatuhan yang berakibat lawannya jatuh diluar medan laga, yaitu jika bagian tubuh berada diluar garis batas medan laga, maka jatuhan gagal / tidak sah.
e.8.2. Jika jatuhan berada di dalam medan laga dan Pesilat menggeser keluar medan laga, jatuhan dinyatakan sah.
e.8.3. Serangan sah yang menyebabkan lawan jatuh tidak dapat bangkit atau nanar yang dilakukan di dalam medan laga dan bergeser keluar gelanggang, Pesilat diberi kesempatan dalam batas waktu 10 ( sepuluh ) detik untuk kembali melakukan pertandingan ( hitungan mutlak ). Jika Pesilat tidak dapat melakukan pertandingan, maka dinyatakan kalah mutlak.
e.8.4. Serangan sah yang dilakukan di dalam medan laga, menyebabkan lawan jatuh di luar medan laga dan tidak bangkit atau nanar, maka wasit melakukan hitungan teknik. Jika Pesilat tidak dapat melanjutkan pertandingan, maka Pesilat bersangkutan dinyatakan kalah teknik.
6.7.3. Nilai hukuman
Ketentuan nilai hukuman :
a. Nilai – 1 ( kurang 1 ) diberikan bagi Pesilat yang mendapat tegoran I
b. Nilai – 2 ( kurang 2 ) diberikan bagi Pesilat yang mendapat tegoran II
c. Nilai – 5 ( kurang 5 ) diberikan bagi Pesilat yang mendapat peringatan I
d. Nilai – 10 ( kurang 10 ) diberikan bagi Pesilat yang mendapat peringatan II
6.7.4. Penentuan kemenangan
a. Menang angka
a.1. Bila jumlah Juri yang menentukan menang atas seorang Pesilat lebih banyak dari pada lawan, penentuan kemenangan dilaksanakan oleh masing-masing Juri.
a.2. Bila terjadi hasil nilai yang sama maka pemenang ditentukan berdasarkan Pesilat yang paling sedikit mendapat nilai hukuman.
a.3. Bila hasilnya masih sama, maka pemenangnya adalah Pesilat yang mengumpulkan nilai prestasi teknik tertinggi / paling banyak. Pada dasarnya nilai 1 + 2 adalah lebih tinggi dari nilai 2 saja.
a.4. Bila hasilnya masih sama, maka pertandingan ditambah 1 babak lagi.
a.5. Bila hasilnya masih tetap sama, maka tidak perlu diadakan penimbangan ulang, namun dilihat dari hasil penimbangan berat badan 15 menit sebelum bertanding. Pesilat yang lebih ringan timbangannya dinyatakan sebagai pemenang.
a.6. Bila hasilnya tetap sama, maka diadakan undian oleh Ketua Pertandingan yang dilsaksikan oleh kedua Manajer Tim.
a.7. Hasil penilaian juri diumumkan pada papan nilai, setelah babak terakhir / penentuan kemenangan selesai dilaksanakan.
b. Menang teknik
b.1. Karena lawan tidak dapat melanjutkan pertandingan karena permintaan Pesilat sendiri / mengundurkan diri.
b.2. Karena keputusan Dokter Pertandingan. Dokter Pertandingan diberi waktu 30 ( tiga puluh ) detik untuk memutuskan apakah Pesilat bersangkutan dinyatakan “ FIT “ atau “ TIDAK FIT ( UNFIT ) “. Setelah 30 detik Wasit akan menanyakan kepada Dokter Pertandingan apakah Pesilat bersangkutan Fit atau Unfit.
b.3. Atas permintaan Pendamping Pesilat.
b.4. Atas keputusan Wasit.
c. Menang mutlak Penentuan menang mutlak adalah bila lawan jatuh karena serangan yang sah dan menjadi tidak bangkit segera dan atau nanar, maka setelah hitungan Wasit ke 10 dan tidak dapat berdiri tegak dengan sikap pasang.
d. Menang WMP ( Wasit Menghentikan Pertandingan ) Menang karena pertandingan tidak seimbang.
e. Menang UD ( Undur Diri ) Menang karena lawan tidak muncul di gelanggang.
f. Menang diskualifikasi
f.1. Lawan melakukan pelanggaran berat setelah peringatan II
f.2. Lawan melakukan pelanggaran berat yang diberikan hukuman langsung diskualifikas
f.3. Melakukan pelanggaran berat dengan hukuman peringatan I, dan lawan cidera tidak dapat melanjutkan pertandingan atas keputusan Dokter Pertandingan. Pesilat yang menang diskualifikasi karena keputusan Dokter Pertandingan, diperbolehkan bertanding untuk babak selanjutnya jika mendapatkan ijin / rekomendasi dari Dokter Pertandingan.
f.4. Penimbangan ulang berat badan tidak sesuai dengan ketentuan.

Sabtu, 22 September 2012

BEKSI: maen pukul betawi

1. Asal Usul Beksi
Seni budaya beladiri yang oleh orang betawi disebut maen pukulan Beksi lahir dari kemampuan orang terpilih yang tiada hentinya melatih kepekaan inderawi, mengolah kelebihan atau kelenturan anatomi tubuh dan belajar sebanyak mungkin dari pertanda alam seperti riak sungai, hembusan angin, gerak dan laku macan, monyet, kelabang, belalang,dst (hal 19). Menurut buku ini, asal usul beksi ada beberapa versi.
1. Versi pertama. Versi ini dikisahkan oleh seorang sesepuh Beksi: H Atang Lenong (usia 84 tahun –ketika wawancara tahun 2001). Beksi mulai muncul ke permukaan dalam kurun pertengahan abad 19 sekitar tahun 1850-1860-an. Pada masa ini ada seorang tuan tanah di daerah tangerang bernama Gow Hok Boen yang tinggal di kampung kosambi. Tuan tanah ini kebetulan gemar akan beladiri dan menguasai ilmu kuntao atau kungfu. Orang local tangerang mengenal Gow Hok Boen sebagai Tuan tanah kedaung. Sebagai tuan tanah, Tuan Gow punya sekian banyak centeng untuk membantunya. Kepala centengnya bernama Ki Kenong yang memiliki ilmu beladiri yang tinggi dan dicampur dengan ulmu sihir yang dahsyat. Tertarik dengan beladiri, Tuan tanah ini mengadakan sayembara untuk mencari jagoan yang lebih hebat dari kepala centengnya dan mendapat kedudukan menggantikan jabatan sebagai kepala centeng. Maka setiap malam minggu diadakan pibu alias duel dengan banyak jagoan yang mau mengadu ilmu dan keberuntungan dengan melawan Ki Kenong. Namun dari sekian banyak penantangnya belum ada satunpun yang berhasil mengalahkan Ki Kenong. Tersebutlah ada seorang tukang singkong rebus (disebut ancemon atau singkong urap) bernama Pak Jidan yang setiap malam menjual singkong di tengah keramaian pertunjukan duel ini. Pak Jidan mengambil singkong dari hutan dekat tempat tinggalnya dan singkong tersebut tidak habis-habis dan seperti ada yang memelihara, namun karena di hutan Pak Jidan tidak ambil pusing. Suatu sore, ketika pak Jidan beristirahat di rumahnya dia didatangi oleh soerang pemuda yang protes karena singkong yang dia tanam dan pelihara di hutan diambil oleh pak jidan. Karena tidak tahu pak Jidan pun minta maaf. Melihat keluguan dan kekjujuran pak Jidan serta hidupnya yang miskin, orang misterius itu menawarkan untuk membantu pak Jidan dengan memberi pelajaran maen pukulan, tidak peduli waktu itu pak jidan sudah berumur sekitar 60-an. Singkat kata, Pak jidan menerima pelajaran maen pukulan sebanyak 8 jurus dan tiga atau empat lagi belum diajarkan, yang akan diajarkan oleh orang lain. Sebelum pergi orang misterius itu minta kemenyan dan berpesan bahwa dia bisa dipanggil jika pak jidan memerlukan dengan membakar kemenyan dan membaca mantra. Ketika orang itu epergi, Pak Jidan melihat ekor macan tersembul dari balik jubahnya danjuga tengkuknya terlihat loreng-loreng seperti layaknya kulit harimau. Pak jidan pun terkejut dan maklum bahwa dia dikunjungi dan diajari maen pukulan oleh Ki Belang atau Siluman Macan Putih. Malam selanjutnya, pak Jidan berjualan seperti bias adi tengah pentas duel. Disebabkan karena jengkel dengan jagoan-jagoan yang tidak bayar sewaktu makan singkong daganganya, PaK Jidan menedang keranjang dagangannya dan melayang masuk ke tengah gelanggang. Tuan tanah Gow pun marah dan menyuruh orang menyeret Pak Jidan e tengah arena dan memaksanya bertarung dengan Ki Kenong. Di luar dugaan, Pak Jidan mampu mengalahkan di Kenong dengan ilmu yang diajarkan oleh Ki Belang itu. Menurut legenda, dengan jurus baroneng Pak Jidan melumpuhkan ilmu Ki Kenong yang terkenal dengan ‘pukulan tangan berapi’. Ketika ditanya oleh Tuan Gow tentang ilmu yang dipakai oleh Pak Jidan, dia tidak tahu apa namanya. Lalu tuan Gow Hok Boen menyebutnya Beksi artinya pertahanan empat mata angin. Sejak itu terkenallah Pak Jidan—yang diangkat sebagai kepala pengawal keamanan– dengan ilmu beksinya.
2. Versi kedua diceritakan oleh H Mahtun (lahir di petukangan 1945). Alkisah di kampung bagian timur tangerang hiduplah seorang laki-laki yang mahir beladiri bernama Raja Bulu berusia sekitar 63 tahun yang hidup berdua dengan anaknya yang gagu (bisu), istrinya sudah meninggal dunia. Kehidupan Raja Bulu berkecukupan dengan pekerjaan mengajar silat dari kampong ke kampong. Si anak sendiri tidak mau belajar silat pada bapaknya. Suatu ketika Raja bulu bertanya pada anaknya mengapa dia tidak mau belajar maen pukulan. Dan jawabannya sungguh mengejutkan: karena di anak belum tentu kalah dalam sambut-pukul dengan Raja Bulu. Si ayah lalu mengetes dan terjadilah pertarungan dan menjadi keteter atau kewalahan menghadapi ilmu anak bisu. Akhirnya si anak mengaku bawah selama ini dia belajar maen pukulan di hutan dan dilatih oleh siluman mcan putih. Karena belum ada nama, Raja bulu menyebut ilmu yang dikuasai oleh anaknya : Beksi: sebab seperti segi empat dengan empat arah . Sejak itu Raja Bulu pun belajar pada anaknya dan ilmu ini pun diajarkan ke murid-muridnya.demikian beksi pun berkembang.
Dalam perkembangan selanjutnya para pendekar Beksi memberi banyak makna pada ilmu maenpukulan ini. Ada yang menartikannya BEKSI= Bserbaktilah Engkau pada Sesama Insan ….
Asal usul di atas merupakan folklore, ceira rakyat berisi legenda yang didalamnya terdapat kenyataan dan juga legenda.
2. Tokoh-tokoh Beksi
Hampir semua aliran beksi mengakui bahwa yang mengajarkan pertama-tama ilmu beksi adalah Ki Kidan ( Ki Iban) dan atau Raja Bulu.
Lebih lanjut inilah para tokohnya berdasarkan generasi:
  • Generasi I : Raja Bulu dan Ki Jidan (Ki Iban)
  • Generasi II : Ki Lie Cengk Ok, Ki Tempang, Ki Muna, Ki Dalang Ji’ah
  • Generasi III :Kong Marhali, Nyi Mas Melati, Kong Godjalih
  • Generasi IV : Kong H Hsabullah, Kong HM Nur, Kong Simin, Minggu, Salam Kalut, H Mansyur, Muhammad Bopeng
  • Generasi V : Tonganih, Dimroh, HM Yusuf, HM Nuh, Sidik, H Namat, H Syahro, Mandor Simin, Umar
  • Generasi VI :H Machtum, Tong tirih, H Dani, Udin Sakor, Soleh, Tholib/syaiful, dll
  • Generasi VII : Abdul Aziz, Abdul Malik, HA Yani, Mftah, Nasrullah, dll
Ki Iban/Raja Bulu memiliki murid yaitu : Ki Lie Cengk Ok, Ki Tempang, Ki Muna, Ki Dalang Ji’ah
Yang belajar pada atau menjadi murid dari Ki Ceng Ok yaitu : Kong Godjalih, Kong Marhali. Sedangkan Nyimas Melati berguru pada Ki Dalang Ji’ah.
Para murud dari Ki Ceng Ok terus menerus menyebarkan Beksi hingg ke Jakarta dan tempat lain. Mereka dikenal denga sebutan Beksi empat serangkai yakni : Kong Jali, Kong Has, Kong Nur dan Kong Simin.
3. Jurus-jurus dan belajar Beksi
Jurus-jurus Beksi terkenal dengan keras, cepat, ringkas danemngarah pada tempat-temapt yang mematikan pada tubuh. Sebelum mempelajari jurus, murid biasanya mengikuti syarat penerimaan siswa yang disebut rosulan atau ngerosul; berupa tawasul disertai zikir tahlil memanjatkan doa Pada Allah agar dalam mempelajari beksi diberi keridlaan, kekuatan, ketabahan dan kesabaran.
Dalam permaian jurus, ada banyak melakukan gedi (hentakan kaki ke lantai) dan gerakan tangan yang sangat cepat. Oleh sebab itu dianjrukan untuk melotot dan tidak berkedip dalam melihat gerak lawan.
Cara belajar –mengajar beksi :
1. Diperkenalkan jurus. Murid menirukan disebut juga : asal tau jalan
2. Tuntun. Latihan gerak bela yang dituntun oleh guru dengan teknik dan aplikasi jurus
3. Sambut. Murid tanding dengansesama murid atau guru dengan menggunakan jurus.
Secara fundamental ada 12 jurus dalam beksi dibeberapa tempat disebut dengan nama yang berbeda.
Berikut nama-nama jurus beksi berdasarkan wilayahnya:
DAERAH I
1. Jurus Beksi
2. Jurus Gedig
3. Jurus Tancep
4. Jurus Cauk
5. Jurus Broneng
6. Jurus Bandut
7. Jurus Beksi Satu
8. Jurus Silem
9. Jurus lokbe
10. Jurus Bolang Baling
11. Jurus Janda Berias
12. Jurus Panca Lima
DAERAH I I
1. Jurus Beksi
2. Jurus Gedig
3. Jurus Tancep
4. Jurus Ganden
5. Jurus Bandut/bandul
6. Jurus Broneng
7. Jurus Tingkes
8. Jurus Rusia Pecah Tiga
9. Jurus Bolang Baling
10. Jurus Gebal
11. Jurus Kebut
12. Jurus Petir
DAERAH III
1. Jurus Beksi
2. .Jurus Gedig
3. .Jurus Tancep
4. .Jurus Ganden
5. .Jurus Bandut/bandul
6. .Jurus Broneng
7. .Jurus Tingkes
8. .Jurus timpug
9. .Jurus Kebut
10. .Jurus Tiga
11. .Jurus Galang Tiga
12. .Jurus Galang Lima
DAERAH IV
1. Jurus Beksi
2. .Jurus Gedig
3. .Jurus Tancep
4. .Jurus Ganden
5. .Jurus Kebut
6. .Jurus Broneng
7. .Jurus Beksi Satu
8. .Jurus Ganden Susun
9. .Jurus Tingkes
10. .Jurus Silem
11. Jurus Timpug
12. Jurus Tunjang/Petir
Pelajaran senjata juga diberikan yaitu ilmu golok yang terdiri dari dua jurus yaitu jurus golok satu dan dua. Jurus golok satu dipecah lagi jadi jurus satu hingga jurus tujuh. Sedangkan jurus golok dua dipecah menjadi 2 jurus yaitu jurus satu dan dua.
Kombinasi jurus baik tangan kosong maupun golok sangat sanagt penting dalam beksi sehingga bisa bercipata berbagai jurus lagi misalnya : Jurus bandut tepuok, jurus bandut galang, dll.
“ Lu jual gue beli”
“Lu jangan amen pukul aje, maen hakin sendiri. Pakelah ilmu padi, mangkin berisi mangkin merunduk”
(Jakarta 15 Juni, 2005, IS)

sumber:  http://silatindonesia.com/2008/09/beksi-maen-pukulan-betawi/

sejarah Tapak Suci

Bagaimana sejarah asal-usul awal berdirinya Tapak Suci? Ternyata jejak sejarahnya sudah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan lahirnya Kiai Haji Busyro Syuhada.Kiai besar ini dikenal sebagai pendekar silat aliran banjaran yang selalu berjuang melawan Belanda.Semangat perjuangan beliau hendaknya diwarisi pesilat Tapak Suci sekarang.
            Sebuah Pondok pesantren yang terletak di suatu tempat di Banjarnegara, Jawa Tengah, Seorang pengasuhnya KH Syuhada pada tahun 1872 memiliki seorang putra yang diberi nama Ibrahim.
            Ibrahim setelah tumbuh remaja menampakkan karakter suka berkelahi. KH. Syuhada sangat mengkhawatirkan ulah putranya karena dapat melahirkan dampak negatif bagi nama baiknya.Tetapi dengan sangat bijaksana KH. Syuhada memliki pemikiran yang sangat bagus. Ibrahim kemudian dikurung berbulan-bulan di ”Kandang ayam” untuk menerima ilmu agama Islam dari ayahandanya. Seiring dengan pendalaman agama Islam, Ibrahim juga mengasah ketrampilan berkelahinya dengan ketrampilan silat. Dengan di dorong tekad anak muda yang luarbiasa, ibrahim tumbuh menjadi Pendekar tetapi sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu.
            Bakat luar biasa Ibrahim ditunjukkan pertama kali, tatkala bentrok dengan seorang Bule Nederland di keramaian wayang seorang Cina “Djin Sang”. Dengan kemampuan silatnya yang piawai, Ibrahim berhasil lolos dari kepungan Tentara Belanda. Sejak saat itu Ibrahim dinyatakan buronan tentara Belanda. Ibrahim sendiri kemudian bersembunyi di rumah KH. Ali Penatus Binorong sekaligus meminang putri KH. Ali yang kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong. Diantara santri-santrinya adalah Achmat [Adik misan], M. Yasin [Adik kandung] dan Soedirman.
            Dalam persembunyiannya itu, Ibrahim berhasil menyaru untuk menunaikan ibadah Haji dan kemudian Bergelar menjadi KH. Busyro Syuhada. Tetapi tidak urung berapa lama, penyamaran Ibrahim diketahui oleh tentara Belanda dan kemudian menyerbu Pondok Pesantren Binorong. Dengan nama KH. Busyro syuhada yang tetap dipakainya, dibawa dalam pelariannya hingga Singapura kemudian kembali ke Jawa.
            Dalam masa penyamaran KH. Busyro Syuhada di tanah Jawa, secara bersamaan santri Achyat pulang dari menunaikan Haji dan bergelar menjadi KH. Burhan. Kemampuan silat KH. Burhan tidak kalah bagusnya dari gurunya. KH. Burhan sendiri adalah putra dari KH. Hasbi, teman dekat KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah. Teman dekat inilah yang kemudian Mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1929 di Banjarnegara. Santri M. Yasin sendiri setelah ber-Haji memakai nama KH. Abu Amar Syuhada, juga seorang pendekar silat yang mempuni. Sedang Soedirman telah tumbuh menjadi pendekar sekaligus tentara yang berbakti kepada Republik Indonesia, yang kemudian hari bahkan menjadi Panglima Besar Soedirman.
            Pada Konfrensi Pemuda Muhammadiyah tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah KH. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhamad Wahib. Dalam kesempatan itu terjadi adu ilmu silat antara M. Wahib, M. Burhan dan A. Dimyati, dengan pengakuan yang tulus kemudian mengangkat KH. Busyro Syuhada sebagai guru. Di kemudian hari, bekal ketekunan A. Dimyati dan M. Wahib dalam tempo sembilan bulan dapat mewarisi ilmu silat dari KH. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman.

Cikauman, Seranoman dan Kosegu
            Menurut kesaksian Moh Bazhar Marzuki dulunya kampung Kauman memiliki berbagai aliran pencaksilat, diantaranya aliran Karomah, Asmaul Husna, Mujarobat, Kejawen dan Aliran Banjaran [yang dibawa oleh KH. Busyro Syuhada] yang berintikan ilmu Batin dan Dhohir. Berbagai aliran itu saling memperebutkan murid-muridnya.
            Atas restu pimpinan Pondok Pesantren Binorong, sekaligus Pendekar Besar, KH. Busyro Syuhada, memberi wewenang kepada Pendekar Besar binaan M. Wahib, membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama perguruan Pencak Silat “Cikauman”. Yang beraliran Banjaran. Pendekar Besar M. Wahib dan A. Dimyati menjadi pengasuhnya, yang kemudian memberi ciri landasan alirannya dengan jiwa Islam dan Kebangsaan yang sangat kuat.
            Pelajaran yang diberikan secara metodis dinamis dan rasionalis itu berbentuk 15 jurus, 8 kembangan dan ke-Tauhid-an. Kehadiran Perguruan Cikauman menjadikan perguruan lain yang ada di Kauman surut dan banyak siswa yang pindah tempat. Murid pertama [1] yang dapat diandalkan adalah M. Djuraimi, kemudian lahir murid kedua [2] M. Syamsudin [laisi] yang juga macan Sepak Bola “JOR” HW. Murid kedua ini bahkan mampu memiliki jurus andalannya, ialah Jurus Katak, Lembujantan dan Terkaman Harimau Lapar.
            M.Syamsudin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M. Wahib diangkat sebagai pembantu utama dan diizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan pencak silat “Seranoman”.Tetapi sebelumnya perguruan Cikauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus Baru menjadi murid di Seranoman.
            Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di Cikuman. Moh. Zahid yang juga menjadi murid ketiga [3] bahkan berhasil juga mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan, kegesitan dan ketajaman gerak. Kemudian meletakkan dasar-dasar baru dalam metode pembinaan pencak silat secara mudah dan cepat di pelajari secara massal. Tetapi murid ke tiga ini pada tahun 1948, Wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh Barie Irsjad.
            Perguruan Cikauman mesih melahirkan murid ke empat [4] M. Djami’at Dhalhar yang juga pemain sepak bola Nasional, M. Wasthon Sujak dan Bakir Ordus. Di tengah-tengah berkiprahnya para pewaris aliran Banjaran ini, Pendekar Besar KH. Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatulloh pada bulan Ramadhan 1942.
            Pendekar besar KH. Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira jepang, Makino, Pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencaksilat andalanya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Cikauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino.
            Pada tahun 1948 pendekar besar KH. Burhan gugur bersama 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan silat Cikuman untuk beberapa saat berhenti kegiatanya dan tidak menampakkan akan muncul lagi.
                Pendekar Moh Barie Irsjad sebagai murid keenam [6] yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian pendekar M. Zahid, M. Syamsudin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya bersama Pemuda Muhammadiyah mendirikan perguruan pencak silat “Kasegu”.
            Pendekar Moh Barie Irsjad sebagai pimpinan “Kosegu” terkenal dengan sebutan “Badai Selatan” yang berlokasi di Kauman bagian selatan. Disebabkan di bagian timur Kauman telah berdiri pula perguruan pencak silat yang beraliran ilmu hitam. Atas restu Pendekar Besar M. Wahib, Pendekar Barie di perkenankan menantang jagoan ilmu hitam dengan taruhan siapa yang kalah harus hengkang keluar kampung Kauman. Pertarungan di selenggarakan oleh Pemuda Muhammadiyah di ranting kauman itu, dilakukan di pelataran masjid Besar Kauman pada Jum’at malam 25 Mei 1951. Pertarungan aliran Banjaran dan ilmu hitam terjadi sangat seru, dimenangkan oleh Moh Barie.

Lahirnya Tapak Suci.
            Moh Barie Irsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali  ke wadah tunggal. Tetapi rintisan yang dilakukan di tahun 1963 itu, ditentang oleh pendekar yang terlebih dahulu eksis karena pertimbangannya, sangat tidak layak pendekar muda seperti Moh Barie mengatur semuanya.
            Tetapi karena dipicu oleh kebutuhan mendesak dengan munculnya lawan-lawan baru di luar kampung Kauman yang diperlihatkan oleh PKI, banyak sesepuh Banjaran yang merestui gagasan Moh Barie. Tetapi sebelumnya; Moh Barie harus menerima tantangan pertarungan dari pendekar lain aliran Banjaran, M. Juraimi. Pertarungan dengan mengandalkan jurus-jurus andalan masing-masing. Moh Barie mengandalkan permainan tengah dan Naga, M.Juraimi menggunakan permainan Slewah dan Cangkol. Ternyata keduanya tidak ada yang keluar sebagai pemenang, oleh sesepuh Abu Amar Syuhada dan M. Syamsudin dinyatakan seri.
            Setelah semua menyaksikan adu keadilan yang sangat demokratis itu, Pendekar M. Wahib mengutus tiga orang muridnya, dan M. Syamsudin mengirim dua orang muridnya untuk bergabung. Dengan formasi seorang pendekar bersama sembilan anak murid menyiapkan perangkat organisasi dan membentuk dua tim kerja. Tim organisasi diketuai oleh Irfan Hadjam dan tim perguruan diketuai oleh Moh Rustam Djundab. Hasil perumusan di sepakati perguruan pencak silat “Tapak Suci Putra Muhammadiyah”.
            Dasar-dasar perguruan Cikauman yang dirancang oleh Moh Barie Irsjat, Moh Rustam Djundab dan Moh Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab, Do’a dan Ikrar disusun oleh H.Djarnawi Hadikusuma. Sedang lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja’. Lambang regu inti “Kosegu” diciptakan A. adib Hamzah.Sedang bentuk dan Warna Pakaian dibuat oleh Moh Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Tanggal 31 juli 1963 [10 Robiul Awal 1383 H] Ditetapkan sebagai hari lahirnya Perguruan Tapak Suci Putra Muhammadiyah
 
sumber:  http://tapaksuciumy.multiply.com/journal/item/6/Pengembaraan-Silat-Perguruan-Tapak-Suci?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Asal Usul perisai diri

Sepanjang tatar Jawa, terutama bagian tengah dan timur serta di pulau tetangga, bali. Terdapat teknik bertarung gaya melayu yang dikenal dengan nama Silat Perisai Diri. Perisai Diri sendiri terdiri dari dua makna, yaitu : Silat Perisai Diri adalah suatu sistem seni prtarungan yang mengandung unsur rekreasional maupun sportifitas. Unsur pertarungan dari Silat Perisai Diri ditekankan pada penggunaan kata Silat yang merupakan aplikasi dari suatu teknik bertarung. Perisai Diri berarti suatu sistem pertahanan diri. "Perisai" berarti pelindung dan "Diri" terkait dengan seorang pribadi. Perisai dalam kebudayaan indonesia dikenal sebagai senjata pertahanan diri yang mempunyai arti sebagai simbol baik penyerangan maupun perlindungan para anggota Silat Perisai Diri. Silat Perisai Diri lebih populer dengan singkatan PD. PD merupakan suatu sistem modern yang menggabungkan logika pertarungan dan teknik-teknik yang diambil dari para pendahulunya. Langkah awal untuk memformulasikan sistem PD dimulai pada tahun 1955 di Yogjakarta, Jawa Tengah. Tapi baru di Surabayalah PD yang diinspirasi dan dipimpin oleh Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo (lebih dikenal dengan sebutan Pak De atau Pak Dirdjo) menjadi suatu sistem beladiri yang terorganisasi. Dalam 3 dekade Pak De mempelajari dan mengajarkan PD, sistem ini akhirnya berkembang cukup baik dan menjadi organisasi seni beladiri yang sangat dihormati. Sekarang PD telah dipelajari oleh ratusan ribu anggota di seluruh Indonesia dan memiliki komisariat-komisariat di luar negeri seperti Belanda, Jerman, Prancis, Jepang, Italia, Kanada, Amerika Serikat dan Australia. Selain dipelajari oleh kalangan sipil, PD juga dipelajari oleh Angkatan Bersenjata Indonesia, personel-personel penegak hukum dan lain-lain. Ini dikarenakan kepraktisan dan serbaguna dari sistem PD ini sendiri. Menurut Pak Dirdjo, PD merupakan suatu sistem yang mengkombinasikan berbagai metode pertarungan yang dipilih dari berbagai sumber etnis kebudayaan yang memiliki pengaruh dalam kebudayaan Indonesia setidaknya sejak abad ke 7 Masehi. SEJARAH RINGKAS PERISAI DIRI PERISAI DIRI lahir dari perenungan atas langkah perjalanan yang panjang, tumbuh dengan latihan yang tidak pernah berakhir dan besar karena semangat yang diwariskan oleh pendirinya, Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo . Putra Raden Mas Pakoe Soedirdjo ini lahir pada tanggal 8 Januari 1913 didalam lingkungan Keraton Paku Alaman di Yogyakarta. Lingkungan Taman Siswa di sekitarnya tentu saja mengharapkan pemuda kecil ini tumbuh menjadi guru. Namun kenyataannya ia lebih mempunyai tulang yang baik, sehingga baru berumur sembilan tahun saja silat di Keraton Paku Alaman sudah terkuasai dengan baik. Teman-teman selatihannya menjadi tidak segan untuk menganggapnya sebagai pelatih. Tahun berganti, sang pelatih muda pun sadar kalau dunia silat bukan cuma tembok keraton. Setamat HIK pada umur 16 tahun, Soebandiman meninggalkan Paku Alaman demi menuntut ilmu silat. Dasar anak muda, melangkah hanya berbekal tekad dan betul-betul melangkah dengan berjalan kaki. Pemuda Soebandiman pun sampai di Jombang, gudang pesantren Jawa Timur ini berfasilitas lengkap. Bapak Hasan Basri didatanginya untuk berguru Silat, sedang ilmu agama dan pengetahuan umum disadapnya dari Pondok Pesantren Tebu Ireng. Untuk menyambung hidupnya dirantau, ia bekerja di pabrik gula Peterongan. Hari-haripun menjadi padat, hidup dirantau memang tidak mudah. Namun nyatanya, semua itu bisa dijalani dengan mulus dan Soebandiman melakoni gemblengan hidup. Begitu merasa cukup, pemuda ini kembali ke Barat. Solo kotanya, Bapak Sayid Sahab tujuannya, berguru silat tentunya. Untuk memperdalam ilmunya, ia juga mendatangi kakeknya, Jogosurasmo. Soebandiman pun mewarisi ilmu kakeknya yang pakar ilmu kanuragan ini. Semaranglah tujuan berikutnya. Ia berguru kepada bapak Soegito yang beraliran Setia Saudara (SS). Pemuda yang haus pengalaman ini belum puas, maka ia berguru ilmu kanuragan lagi di pondok Randu Ginting, Semarang. Dari sana, langkah terayun ke Cirebon. Namun ternyata baru sampai di Kuningan, langkahnya terhenti. Daerah ini pada waktu itu memang cukup terkenal untuk di datangi berguru. Kembali Soebandiman berguru silat dan Kanuragan. Kesana kemari berguru silat, jenuhkah ia? Ternyata tidak. Tekad besar untuk menggabungkan dan mengolah ilmu-ilmu yang di pelajarinya semakin kuat dan itu cukup ampuh untuk mengusir rasa bosan yang mungkin timbul. Berpindah-pindah guru baginya berarti mengetahui yang baru dan menambal yang kurang, begitu tekadnya sejak pertama kali pergi merantau. Pengalaman dan gemblengan akhirnya menjadikannya sesosok manusia yang bermental baja dan penuh percaya diri yang didasari dengan niat baik. Maka Tuhan Yang Maha Esa pun berkenan menuntun mencapai cita-citanya. Ia pun mulai meramu ilmu silat ciptaannya sendiri. RM Soebandiman Dirdjoatmojo lalu menetap di Banyumas, tepatnya di Parakan. Silat ciptaannya yang pertama disebar dengan membuka perguruan silat EKA KALBU (EKA). Di tengah kesibukan melatih, bertemulah ia dengan suhu Yap Kie San, seorang pendekar berbangsa Tionghoa yang beraliran Siaw Liem Sie. Bagi RMS Dirdjoatmojo, untuk belajar tidak perlu memandang suku, usia, agama dan bangsa, yang penting ilmu yang dituntut itu berguna. Setelah 14 tahun penuh cobaan dan gemblengan, sampailah puncak latihan silat RMS Dirdjoatmojo kepada suhu Yap Kie San ini. Sejauh-jauhnya bangau terbang akhirnya ke pelimbahan juga. RMS Dirdjoatmodjo pun kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantoro yang masih pak de nya memintanya untuk mengajar silat di Perguruan Taman Siswa. Memenuhi harapan keluarga, RMS Dirdjoatmodjo pun menjadi guru silat. Sekitar tahun 1947, beliau diangkat menjadi pegawai negri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Seksi Pencak Silat. Dengan misi mengembangkan pencak silat, beliau membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga mengajar di organisasi HPPSI serta Himpunan Siswa Budaya. Pada tahun 1954, RMS Dirdjoatmodjo pindah ke Surabaya, ke kantor Kebudayaan Jawa Timur, Jalan Wijaya Kesuma 53. dikantor inilah beliau dibantu Bp. Imam Ramelan mengadakan kursus pencak silat yang menandai berdirinya KELUARGA SILAT NASIONAL INDONESIA PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955. Teknik silat yang beliau ajarkan adalah gabungan berbagai teknik beladiri yang ada di Indonesia. Pengalaman sebagai pegawai kantor urusan silat memungkinkannya untuk melakukan hal itu. Dasar ilmu silat yang telah dikeduk berpuluh-puluh tahun, kini tercurah dalam bentuk teknik yang amat sesuai dengan kemampuan anatomi tubuh manusia. Kursus Perisai Diri yang tadinya Cuma berumur setahun ini mulai berkembang pesat. Namanya pun menjadi Keluarga Silat nasional Indonesia PERISAI DIRI, atau disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Banyak kalangan yang menyebutnya dengan Perisai Diri atau bahkan PD saja. Nama PD bagi sebagian besar murid PERISAI DIRI juga sering dianggap sebagai singkatan dari Pak Dirdjo, sebutan akrab bagi sang guru besar tercinta. Peminat Perisai Diri bukan sekedar pelajar dan mahasiswa, namun meluas ke kalangan pekerja, pegawai negri/swasta sampai militer. Perisai diri melebarkan sayapnya sampai ke Australia , Belanda, Ingris, Jerman dan Austria. Suatu prestasi yang amat membanggakan karena silat Perisai Diri ini mudah dipelajari oleh semua orang, segala usia, tingkat ekonomi dan sosial. Tetapi manusia tidak pernah menang melawan waktu. Di Surabaya, pada tanggal 9 Mei 1983, RMS Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Allah, Tuhan Sang Maha Pencipta Alam Semesta. Tongkat kepelatihan pun beralihn pada murid-murid utamanya, para anggota Dewan Pendekar PERISAI DIRI. Untuk menghargai jasa-jasa yang telah diberikannya dalam partisipasinya membangun nusa, bangsa dan negara, khususnya dalam hal pembinaan generasi muda di bidang seni beladiri silat, maka pada tahun1986, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar PENDEKAR PURNA UTAMA untuk guru tercinta ini sumber: http://wwwpoetraprasetya46.blogspot.com/2010/01/asal-usul-perisai-diri.html

Twitter SEKILAS GAMBARAN TENTANG PERGURUAN PENCAK SILAT MERPATI PUTIH

Oleh: Purnomo Hadi (Mas Pung) (Guru Besar Betako Merpati Putih) Kita semua sebagai warga negara Indonesia berkewajiban melestarikan dan mengembangkan budaya asli peninggalan leluhur, terlebih jika budaya itu jelas-jelas dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perguruan pencak silat Merpati Putih misalnya, sebagai salah satu cabang ilmu 'kanuragan' yang berakar dari budaya sendiri, memiliki manfaat ganda; selain menggembleng keterampilan beladiri juga menumbuhkan kepercayaan diri melalui pembinaan mental atau kepribadian anggota. Persisnya ada empat aspek yang sangat diperhatikan untuk dikembangkan, yakni aspek seni, olahraga, beladiri, dan aspek mental spiritual. Perguruan betako Merpati Putih (MP) dihadirkan untuk siapa saja, namun latar belakang awal pendiriannya sangat terkait dengan keprihatinan dan kepedulian pada generasi muda. Saat berdirinya MP, tepatnya pada tahun 1963, kondisi generasi muda kurang-lebih hampir mirip dengan saat ini, yakni cenderung terkotak-kotak, sehingga tidak bisa secara simultan menanggapi perkembangan lingkungannya. Latar belakang inilah yang pertama-tama mendorong berdirinya MP, dengan harapan dalam kiprahnya dapat ikut menjawab tantangan yang ada, terutama di bidang kepemudaan. Adapun visi dan misi MP dirumuskan dalam "Tri-prasetya" yang meliputi tiga hal, yaitu taat dan percaya pada Tuhan Yang Mahaesa, mengabdi dan berbakti pada nusa-bangsa dan negara RI, dan setia dan taat pada perguruan. Jadi, MP sangat menekankan penumbuhkembangan aspek kepribadian, di samping mengingat sebagai manusia yang memiliki keyakinan juga mengutamakan soal agama. Visi-misi tersebut sampai sekarang masih relevan untuk diketengahkan, apalagi melihat kondisi kepemudaan belakangan ini. Para pemuda seolah terdampar tanpa perhatian; tidak ada satu pun lembaga yang menuntun agar mereka dapat menyalurkan aspirasi untuk kepentingan bangsa dan negara. Padahal kalau dikelola atau diarahkan dengan baik, mereka memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Lagipula, dari 230 juta lebih penduduk Indonesia, tak kurang dari 30 persennya terkategori berusia muda. Di antara mereka lebih banyak yang menganggur dibanding yang mempunyai status sosial dan pekerjaan yang jelas. Ini merupakan sumber kerawanan yang harus kita perhatikan secara sangat serius. Kalau tidak, potensi pemuda yang mestinya dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa, bisa saja justru menjadi sumber masalah. Asal-usul Cikal-bakal perguruan betako Merpati Putih bersumber dari penemuan Nyi Ageng Joyorogo, istri Raden Saleh Hadi Purnomo, yang dikembangkan sebagai suatu bentuk olah kanuragan di lingkungan kerajaan Mataram. Secara turun-temurun ilmu itu dipelihara dan dikembangkan sampai sekarang, dan menurut catatan silsilah, saya adalah keturunan yang ke-9. Karena ditemukan atau diciptakan oleh seorang perempuan, yang umumnya secara visual berbeda dengan kaum laki-laki, dengan naluri yang tinggi, maka dalam menciptakan teknik-teknik tata beladiri lebih diwarnai oleh gerakan-gerakan yang halus. Namun gerakan-gerakan yang halus ini tanpa mengurangi faktor kecepatan (speed factor), sehingga efeknya cukup besar. Sebagaimana kita ketahui, ilmu beladiri umumnya terlanjur diidentikkan dengan kaum laki-laki. Namun manakala diserap oleh perempuan, pada akhirnya terlahir teknik-teknik yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh naluri keperempuannya dengan ciri gerakan-gerakan yang halus. Dari sini lantas ada sebagian orang yang salah paham, mengira seolah MP lebih cocok untuk kaum perempuan. Padahal sebenarnya tidak demikian; MP cocok untuk siapa saja tanpa pandang umur dan jenis kelamin. Dari cikal-bakal ilmu kanuragan yang diciptakan oleh Nyi Ageng Joyorogo itu kemudian terpecah menjadi tiga cabang, yang masing-masing memiliki sifat berbeda-beda. Pertama, Gagak Handoko yang akhirnya menjadikan Merpati Putih lebih cenderung mengembangkan kewiraannya. Kedua, Gagak Samudro yang lebih cenderung pada ketabiban atau kesehatan/ pengobatan. Ketiga, Gagak Seto yang lebih berorientasi pada filosofi serta masalah-masalah etika, adat-sitiadat, dan hukum ketatanegaraan. Tiga cabang yang berasal dari satu sumber itu kalau disatukan justru berpotensi membias, di samping untuk mempelajarinya terlalu sulit. Sebaliknya kalau dipisah sendiri-sendiri akan bisa diserap dengan sempurna karena tidak terlalu banyak materi. Barangkali karena alasan inilah dulu saya dan adik saya oleh ayah kami diberikan perlakuan yang berbeda; saya digembleng dengan latihan-latihan fisik yang keras, sedangkan adik saya lebih banyak diajak berdialog untuk menanamkan berbagai pemahaman. Semula MP dikelola berdua dengan adik saya, yang telah meninggal pada tahun 2002. Padahal sebagaimana tersebut di atas, kami dibentuk dari dua sisi yang berbeda sehingga karakter kami pun berlainan, hingga ada yang mengibaratkan bagaikan api dan air. Sekarang yang tinggal hanya bara apinya saja, sedangkan airnya kurang, sehingga kalau tidak hati-hati dapat menimbulkan bahaya. Kepergian adik saya ke haribaan Tuhan Yang Mahakuasa juga dirasa menimbulkan keprihatinan, karena hal itu terjadi selagi visi-misi perguruan belum mampu sepenuhnya diwujudkan, bahkan sampai sekarang pun masih banyak kekurangan. Kami belum betul-betul berhasil mengantarkan semua anggota menuju suatu pribadi yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara, di samping pengabdian MP secara kelembagaan pun masih terbatas. Ini merupakan amanah yang harus saya perjuangkan terus-menerus. Sesuai asal-usulnya, pusat keilmuan MP ada di Yogyakarta, meskipun pusat organisasinya sekarang ada di Jakarta. Oleh karena itu, setiap acara kenaikan tingkat (pembajaan) yang dilakukan dengan upacara tradisi, selalu diadakan di Yogyakarta dan tidak boleh dipindah-pindah ke tempat lain. Hal ini, selain memiliki alasan historis juga mengingat ada faktor spiritual dan kejiwaan yang selalu harus ditekankan, dengan tema dan tata cara yang selalu sama dari waktu ke waktu. Rata-rata setiap tahun MP menerima anggota baru sekitar 500 orang, jadi jumlah total anggota sampai tahun 2004 (saat tulisan ini dbuat) hampir mencapai satu juta orang. Mereka tersebar di hampir seluruh pelosok tanah air, termasuk di 106 perguruan tinggi yang mengadakan kelompok-kelompok latihan MP. Lebih dari itu, meskipun dengan jumlah masih terbatas, anggota MP juga sudah tersebar di luar negeri, terutama di Rusia dan Amerika Serikat. Bahkan, kelompok latihan MP yang berada di negara bagian Utah, Amerika Serikat telah meraih juara umum dalam kejuaraan nasional di negara Paman Sam. Kenyataan ini merupakan bukti bahwa budaya kita diminati dan dihormati di luar negeri. Selain membanggakan, hal ini juga dapat menjadi ajang promosi untuk memperbaiki citra Indonesia di dunia internasional, sekaligus merupakan wahana yang sangat baik guna merekatkan hubungan antarbangsa. Hanya saja setelah mendunia, terdapat permasalahan sehubungan dengan salah satu isi triprasetya yang menyulitkan bagi mereka yang bukan warga negara Indonesia, yakni "mengabdi dan berbakti pada nusa-bangsa dan negara". Masalah ini kami bahas dalam simposium tahun 2004 untuk mencari jalan keluarnya agar anggota yang berada di luar negeri dapat terakomodasi dengan ketentuan tersendiri. Yang penting, dalam pengembangannya semua anggota tetap tahu sentralnya dan tetap menghormati asas kebersamaan yang kami canangkan. Tidak Instant Ada beberapa hal yang mungkin membuat MP sangat diminati hingga dapat menghimpun banyak anggota. Pertama, sikap kekeluargaan yang selalu dibina dan dijaga dalam perguruan, sehingga membuahkan rasa kebersamaan yang tinggi. Kedua, semua yang kami ajarkan tidak bersifat instant, melainkan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari secara berjenjang dengan metode-metode latihan yang terarah agar benar-benar dapat diserap oleh anggota hingga mereka mampu mempraktekkan setiap kemampuan yang diberikan. Ketiga, meskipun merupakan lembaga tradisi, organisasi MP dikelola secara modern dengan sistem manajemen yang jelas. Bahwasanya pengajaran dalam perguruan MP tidak bersifat instant dan bukan 'sim-salabim', kiranya perlu dijelaskan secara khusus, karena kadang ada sementara orang yang salah paham dan terlalu melebih-lebihkan. Saya misalnya, kadang ada yang menganggap sakti karena bisa berdiri beberapa detik di atas permukaan air pada saat upacara tradisi. Padahal sebenarnya, apa yang dapat saya lakukan itu merupakan hasil latihan keseimbangan dan memanfaatkan momentun, dan ini bisa dipelajari oleh siapa saja, terutama dengan latihan-latihan konsentrasi. Yang sebenarnya harus dipahami adalah, Tuhan telah menciptakan manusia dengan potensi yang sangat sempurna. Menurut penelitian, rata-rata potensi yang melekat dalam diri manusia hanya digunakan kurang dari 10 persen, atau persisnya kurang-lebih 8 persen. Masih sangat besar potensi yang dibiarkan tak termanfaatkan. Maka dari itu, adalah wajar jika dengan latihan-latihan tertentu orang lantas bisa meningkatkan aktualisasi potensi itu hingga kalau sudah di atas angka rata-rata maka lantas dapat melakukan hal-hal yang dianggap luar biasa. Buktinya, ada sejumlah anggota MP yang tunanetra; dengan latihan-latihan teratur dan intensif, mereka kemudian mampu mengendarai sepeda motor tanpa menabrak-nabrak (Kalau didaftar ke Guiness Book of Record mungkin langsung masuk!). Mereka dapat memperoleh keterampilan yang menakjubkan itu karena tekun mengikuti pengajaran yang kami berikan, bukan karena sakti. Hanya saja, memang, soal sakti atau tidak, tergantung kita mendefinisikan kesaktian itu sebagai apa; yang penting pelatihan dan hasil yang diperoleh itu bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Mengenai seberapa besar kemampuan yang dapat diraih manakala bergabung dalam MP, lebih ditentukan oleh niat, tekad, dan semangat masing-masing anggota. Bagi yang sekedar anut-grubyuk (ikut-ikutan), atau hanya ingin tambah pergaulan, tentu yang didapat hanya standar saja. Sebaliknya bagi yang lebih bersungguh-sungguh dan tekun, hampir dapat dipastikan akan memperoleh kelebihan-kelebihan sesuai yang diharapkan. Jadi, sekali lagi, semua dapat dipelajari, bahkan jika terpaksa bisa juga belajar melalui buku. Hanya saja kebanyakan memang gagal karena melatih diri sendiri memang lebih sulit. Ini sejalan dengan fakta umumnya orang yang biasanya berhasil memimpin orang banyak tapi gagal memimpin diri sendiri. Oleh karena itu, tetap saja, jalan terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan bergabung sebagai anggota. Untuk menjadi anggota MP, syaratnya sangat mudah; yang penting punya niat, mau latihan, dan mengikuti tata tertib dan aturan yang telah ditentukan. Dalam perguruan MP tidak ada semangat komersil; kalaupun dipungut iuran bulanan, jumlahnya relatif sangat kecil, dan lebih ditujukan untuk menumbuhkan rasa memiliki. Iuran yang terkumpul itu lebih banyak digunakan untuk penyelenggaraan berbagai acara seperti kejuaraan nasional, musyawarah nasional, simposium, dan lain-lain. Itu pun belum tentu memadai; namun untungnya di antara anggota yang ekonominya mapan biasanya terketok hatinya untuk menyumbang tiap kali ada event tertentu yang akan diselenggarakan. Adapun penjenjangan dalam MP ditentukan dalam 12 tingkat. Untuk tingkat awal yang kita sebut kandidat, yakni tingkat 1 sampai dengan 4, ditempuh selama enam bulan. Sedangkan untuk tingkat 5, 6, 7, dan 8, masing-masing dijalani selama satu tahun. Selebihnya, dari tingkat 9 sampai dengan 12 lama pelatihannya tergantung masing-masing anggota sendiri dalam mengolah atau menggembleng dirinya. Pengobatan Meskipun dari awalnya perguruan pencak silat MP lebih mengedepankan keperwiraan, namun tidak menutup kemungkinan tumbuhnya teknik-teknik pengobatan untuk menolong sesama. Paling tidak, bagi yang terlanjur menderita kecacatan dapat terbantu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Seperti disinggung di atas, MP telah terbukti dapat membantu penderita tunanetra hingga mampu mengendarai sepeda motor. Latar-belakang sampai kami dapat mengembangkan metode bantuan itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam berbeladiri kita dituntut memiliki kelebihan penginderaan, terlebih mengingat bahaya serangan tidak selalu terjadi dalam suasana terang. Tidak jarang bahaya datang dalam situasi yang paling rawan dan sangat sulit, kadang terjadi penghadangan dalam gelap. Oleh karena itu, kita harus bisa 'membaca' arah serangan lawan, dengan senjata apa, dan bagaimana harus menghindar. Dari pelatihan-pelatihan yang selama ini dilakukan, ternyata akurasi penginderaan itu sangat tinggi. Dari situ timbul pemikiran bahwa kalau ditransfer kepada orang yang sangat memerlukan seperti tunanetra, pasti akan lebih bermanfaat lagi. Maka mulai tahun 1987 hal ini mulai dikembangkan dengan memberikan pelatihan pada beberapa tunanetra, dengan harapan mereka dapat lebih meningkatkan mobilitasnya, dan ternyata berhasil; ada beberapa anggota yang telah menjadi tunanetra sejak lahir ternyata kemudian sanggup mengendarai sepeda motor dengan baik, tanpa menabrak-nabrak. Ini bukan karena mereka menjadi dapat melihat, melainkan karena intuisinya menjadi sangat peka hingga mampu membedakan arah, merasakan adanya lubang, gundukan aspal, dan sebagainya. Latihan-latihan yang diajarkan di MP juga memungkinkan untuk membantu penderita glukoma (penyakit mata yang dapat mengakibatkan kebutaan total). Dalam hal ini ada satu kasus yang dapat dijadikan contoh; seorang presiden direktur sebuah perusahaan besar yang waktu itu berumur 75 tahun, kira-kira beberapa tahun yang lalu mengunjungi saya. Beliau menderita glukoma dan dapat dikatakan sudah tidak dapat melihat, meskipun salah satu matanya sudah dioperasi. Setelah diberikan latihan-latihan secara kontinyu dan periodik, seminggu dua kali di pagi hari selama dua jam, ternyata perkembangannya membaik. Presiden direktur itu perlahan-lahan mulai dapat melihat samar-samar, justru pada bagian mata yang belum dioperasi. Kemudian, setelah melanjutkan latihan beberapa minggu bahkan ternyata dapat melihat pada jarak 15 meter, termasuk membedakan warna, meskipun belum betul-betul sempurna. Sampai tulisan ini dibuat beliau masih terus menjalani latihan. Perguruan MP juga telah mengembangkan program lepas kacamata. Dalam hal ini pun sudah ada contoh kasus yang dapat saya tuturkan; beberapa orang berkacamata telah dapat menahan laju minus atau plus-nya, bahkan bisa juga dikurangi hingga dapat dinormalkan. Hanya saja kami belum berani mengkalim telah bisa melakukannya secara sempurna. Diperlukan penelitian lebih dulu untuk mencapai kesempurnaan itu; misalnya kalau di antara 10 orang yang kita latih dapat disembuhkan 7 atau 8 orang, barangkali barulah kami dapat mengklaim. Karena itulah kami sangat mengharapkan kepedulian pihak terkait yang berkompeten agar berkenan meneliti secara ilmiah supaya kelak dapat diperbantukan untuk kepentingan kesehatan mata masyarakat. Lewat tulisan ini kami dengan ikhlas mempersilahkan pihak mana saja yang berminat menjalin kerjasama, karena pada hakekatnya setiap ilmu bagi kita wajib diamalkan, apalagi kalau memiliki manfaat ganda, dan inilah yang sesungguhnya dikehendaki alam. Kami tidak pernah ingin memonopoli ilmu hanya untuk kepentingan sendiri. Demikian pula, meskipun berawal dari coba-coba, dengan pola latihan pernapasan tertentu ternyata dapat mengatasi penyakit gula darah. Melalui latihan yang intensif, kadar gula darah dapat diturunkan sampai ke tahap normal. Padahal sekarang ini penyakit itu telah menjadi ancaman kematian nomor tiga sesudah penyakit kanker dan jantung. Kalau ini kita kemas dengan baik, lalu dimasyarakatkan, ada harapan besar perguruan MP dapat lebih berkiprah dalam membantu meningkatkan kesehatan masyarakat, terlebih bagi mereka yang tidak mampu berobat secara medis karena sangat mahalnya biaya pengobatan. Selain hal-hal tersebut, sebagai bagian dari perwujudan Triprasetya, yakni pengabdian pada nusa-bangsa dan negara, dalam kiprahnya MP telah dan selalu siap bermitra dengan pihak mana saja, misalnya dengan kepolisian, TNI, SAR, dan lain-lain. Sumbangsih yang diberikan MP dapat berupa keikutsertaan dalam membantu kasus kecelakaan, mencari orang hilang dalam pendakian, dan sebagainya, di samping dalam pelatihan. Dengan sekolah-sekolah pun kami telah menjalin kerjasama, meskipun masih terbatas, misalnya dengan menjadikan pelatihan MP sebagai kegiatan ekstra kurikuler, termasuk juga dalam kepramukaan. Namun sejauh ini belum bersifat simultan dikarenakan adanya beberapa faktor yang masih jadi kendala. Tapi saya yakin, suatu saat latihan MP di sekolah-sekolah akan menjadi tren. Ke depan, sebagai organisasi yang cukup besar, MP senantiasa akan mencoba menyempurnakan diri dan menyesuai-kan dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang. Minimal, setiap musyawarah nasional yang diadakan secara periodik kami selalu mengadakan evaluasi, termasuk pergantian pengurus, menuju kondisi perguruan yang lebih baik. Harapan saya, semua anggota atau anak didik MP akan menjadi teladan bagi komponen bangsa yang lain, terutama dalam mengabdi pada tanah air Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai.*** sumber: http://www.pesonagetar.com/online/kategori/berita-208-sekilas-gambaran-tentang-perguruan-pencak-silat-merpati-putih.html