Jumat, 10 Januari 2014

IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA (IPSI) PERSATUAN PENCAK SILAT INDONESIA (PPSI)

Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
adalah organisasi nasional Indonesia yang
membawahi kegiatan Pencak silat secara resmi ,
antara lain menyelenggarakan pertandingan,
membakukan peraturan dan lain-lain.
SEJARAH IPSI
Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada
Republik Indonesia (dulu masih bernama RIS-
Republik
Indonesia Serikat) tanggal 27 Desember 1949, pusat
Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat
dari Yogykarta kembali ke Jakarta. Sebelumnya,
selama empat tahun Yogyakarta pernah menjadi
ibukota Republik Indonesia, yaitu resminya sejak 4
Januari 1946 sampai 27 Desember 1949.
Perpindahan
pusat pemerintahan tersebut diikuti dengan
perpindahan kantor kementerian, dan kantor-kantor
atau instansi milik pemerintah.
Demikan pula pada tahun 1950 Pengurus Besar IPSI
secara de facto juga berpindah tempat dari
Yogyakarta
ke Jakarta, sekalipun tidak semua anggota
pengurus-
pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia dapat ikut
pindah ke Jakarta. Waktu itu IPSI baru 2 tahun
berdiri,
yaitu sejak didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di
Surakarta, oleh Panitia Persiapan Persatuan Pencak
Silat Indonesia, yang menetapkan Mr. Wongsonegoro
sebagai Ketua PB.IPSI. Saat IPSI berdiri, Republik
Indonesia sedang dalam masa perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dan memantapkan
kedaulatan Republik Indonesia, yang harus ditempuh
melalui perjuangan baik secara fisik maupun
diplomasi. Kondisi ini juga mengakibatkan IPSI yang
masih berusia muda harus mengkonsentrasikan
pengabdiannya kepada perjuangan kemerdekaan,
sehingga kondisi manajerial dan operasional IPSI
kala
itu mau tidak mau mengalami penyusutan.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat RI kala juga sedang
menghadapi pemberontakan Darul Islam dan Tentara
Islam Indonesia ( DI/TII ) di beberapa daerah,
termasuk di Jawa dan Lampung. Untuk menambah
kekuatan dalam melawan DI/TII tersebut, Panglima
Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan
Jenderal) R.A. Kosasih, dibantu Kolonel Hidayat dan
Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak
Silat Indonesia), yang kala itu didirikan untuk
menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat dalam
menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah
Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa
Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta.
Setidaknya dalam kondisi tersebut timbulah dualisme
dalam pembinaan dan pengendalian Pencak Silat di
Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
dengan konsentrasi lebih banyak dalam hal
pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan
Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak
membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak
Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/
TII.
Selain dua organisasi, IPSI dan PPSI ini, juga
terdapat
beberapa organisasi lain seperti Bapensi, yang
masing-masing berupaya merebut pengaruh sebagai
induk pembinaan pencak silat di Indonesia.
Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar pencak
silat dapat masuk sebagai acara pertandingan di
Pekan Olahraga Nasional. Hal serupa juga dilakukan
oleh PPSI yang setiap menjelang PON juga berusaha
untuk memasukkan pencak silatnya agar dapat ikut
PON. Namun Pemerintah, yang pada tahun 1948 juga
ikut berperan mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI
sebagai induk organisasi pencak silat di Indonesia.
Kala itu induk organisasi olahraga yang ada adalah
KOI (Komite Olimpiade Indonesia) diketuai oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, dan PORI (Persatuan
Olahraga Republik Indonesia) dengan Ketua Widodo
Sosrodiningrat.Di tahun 1951, PORI melebur kedalam
KOI. Tahun 1961 Pemerintah membentuk Komite
Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan
pembentukan tim nasional Indonesia menghadapi
Asian Games IV di Jakarta. Kemudian di tahun 1962
Pemerintah untuk pertama kalinya membentuk
Departemen Olahraga (Depora) dan mengangkat
Maladi sebagai menteri olahraga. Selanjutnya di
tahun
1964 Pemerintah membentuk Dewan Olahraga
Republik Indonesia (DORI), yang mana semua
organisasi KOGOR, KOI, top organisasi olahraga
dilebur ke dalam DORI.
Pada tanggal 25 Desember 1965, IPSI ikut
membentuk
Sekretariat Bersama Top-top Organisasi Cabang
Olahraga, yang kemudian mengusulkan mengganti
DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI) yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik,
yang kemudian kelak pada 31 Desember 1966 KONI
dibentuk dengan Ketua Umum Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Maka kala itu IPSI juga ikut
memegang peranan penting dalam sejarah
pembentukan KONI sehingga kelak menjadi induk
organisasi olahraga di Indonesia.
Menjelang Kongres IV IPSI tahun 1973 beberapa
tokoh
Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI
untuk mencari calon Ketua Umum yang baru, karena
kondisi Mr. Wongsonegoro yang pada saat itu sudah
tua sekali. Salah satu nama yang berhasil diusulkan
adalah Brigjen.TNI Tjokropranolo (terakhir Letjen TNI)
yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Sekalipun kelak kemudian pada Kongres IV
ini
beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB IPSI, namun
jalan bagi Brigjen.TNI. Tjokropranolo tidaklah
semudah
yang dibayangkan. Masih banyak tugas dan
tanggung
jawab PB IPSI yang kelak harus dihadapi dengan
serius. Disamping itu PB IPSI pun perlu merumuskan
jati dirinya secara lebih aktif, disamping merumuskan
bagaimana mempertahankan eksistensi dan historis
IPSI dalam langkah pembangunan nasional.
Karena itu kemudian Brigjen.TNI. Tjokropranolo
dibantu oleh beberapa Perguruan Pencak Silat yaitu:
* dari Tapak Suci Bapak Haryadi Mawardi, dibantu
Bpk. Tanamas;
* dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu
Bp.
Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo;
dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK;
dari Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro;
dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi;
dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp.
Sutedjo dan Bp. Himantoro;
dari Putera Betawi Bp.H. Saali;
dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun
Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan
Bp.H.M. Zain;
dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno,
Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.
Salah satu tantangan yang cukup berarti saat itu
adalah belum berintegrasinya PPSI ke dalam IPSI.
Kemudian atas jasa Bapak Tjokropranolo berhasil
diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI
yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer.
Sejak itu PPSI setuju berintegrasi dengan IPSI,
kemudian Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama
dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI. Pada
Kongres
IV IPSI itulah kelak kemudian, H. Suhari Sapari, Ketua
Harian PPSI datang ke Kongres dan menyatakan
bahwa PPSI bergabung ke IPSI.
Kongres IV IPSI tahun 1973 menetapkan Bp.
Tjokropranolo sebagai Ketua PB. IPSI menggantikan
Mr. Wongsonegoro. Mr. Wongsonegoro telah berjasa
mengantarkan IPSI dari era perjuangan kemerdekaan
menuju era yang baru, era mengisi kemerdekaan.
Saat
inilah seolah IPSI berdiri kembali dan lebih
berkonsentrasi pada pengabdiannya, setelah
sebelumnya melalui masa-masa perang fisik dan
diplomasi yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Di
bawah kepemimpinan Bapak Tjokropranolo ini IPSI
semakin mantap berdiri dengan tantangan-tantangan
yang baru sesuai perkembangan zaman. Pada
Kongres
IV IPSI itu pun sepuluh perguruan yang menjadi
pemersatu dan pendukung tetap berdirinya IPSI
diterima langsung sebagai anggota IPSI Pusat, dan
kemudian memantapkan manajemen, memperkuat
rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah,
dan
mempersatukan masyarakat pencak silat dalam satu
induk organisasi. Untuk selajutnya Bapak
Tjokropranolo menegaskan bahwa 10 (sepuluh)
Perguruan Silat tersebutlah yang telah berhasil bukan
sekedar menyusun bahkan juga melaksanakan
program-program IPSI secara konsisten dan
berkesinambungan.
Maka selanjutnya yang dimaksud dengan sepuluh
perguruan tersebut adalah: